Mohon tunggu...
Pendita Dorna
Pendita Dorna Mohon Tunggu... -

The Enemy of Pandawa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia dan Dilema Kemandulan Trias Politika

27 September 2012   09:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:36 2022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semua mungkin sudah mengetahui bahwa bangsa Indonesia menganut sistem Trias Politika dalam membentuk  penyelenggara negara walau tidak mutlak, ini tercermin dengan adanya pembagian lembaga negara menjadi beberapa blok yaitu Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif dan kebetulan dalam menjalankan pemerintahannya dikepalai oleh seorang Presiden.

Konsep Trias politika pertama dicetuskan Oleh John Locke (1632-1704) melalui karyanya yaitu Two Treaties of Goverment yang terbit tahun 1690.  John locke membagi menjadi Eksekutif, Legislatif,Yudikatif. Selanjutnya Montesqueue (1689-1755) pun terinspirasi atas karya John Locke dan memodifikasi konsep tersebut yang tertuang dalam magnum opusnya yaitu Spirits of the Laws, yang terbit tahun 1748.

Pada dasarnya konsep John Locke dan Montesqueue bertujuan sama yaitu agar "Tidak terjadinya kekuasaan absolute dalam penyelenggaraan negara" oleh salah satu lembaga atau personal, sehingga tidak ada yang merasa lbeih super power dibandingkan yang lain sehingga bisa mengakibatkan kedzoliman dan otoriter yang ujung-ujungnya adalah tirani.

Thus .. Indonesia sebagai negara penganut demokratis (dengan versi made self customize), negara hukum berusaha maksimal agar sistem pemerintahan yang sudah dibangun berbasis trias politika yang terlebih dahulu "di custom" dan disesuaikan degan azas negara dapat memberikan maslahat kepada rakyat dalam proses penyelenggaraan negara karena masing-masing lembaga tidak ada yang lebih merasa superior di banding yang lain (Apakah begitu?).Maka dasar itu dibentuklah perpanjangan tangan dari 3 lembaga tersebut, misalnya DPR, MPR, Kabinet yang berisi menteri, Kejaksaan, DPA, BPK juga MK, TNI dan POLRI namun semuanya itu dalam praktek penyelengaraannya di pimpin oleh Presiden yang tentunya juga tidak absolut alias dibatasi kewenangannya oleh undang-undang dan juga oleh DPR dan MPR yang katanya notebene perpanjangan tangan dari Rakyat yang dipilih memlaui mekanisme Pemilu. Kelihatannya semua sudah ideal ya .. ada sistem,  lembaga penyelenggara harian, ada pengawas dari sipil dan militer, ada pembuat hukum, dll.

Tapi apa lacur... semakin ke depan perlahan namun pasti harmonisasi yang diharapkan dan diidam-idamkan tersebut sudah mulai hilang, masing-masing lembaga sudah mulai melupakan dasar dari dibentuknya lembaga tersebut dan berusaha untuk memproklamirkan dirinya menjadi yang merasa paling penting dan vital dengan eksperi langsung maupun tidak langsung.. dan lagi-lagi korbanya adalah rakyat. Saya tidak akan memberikan contoh betapa sudah  mulai tidak harmonis lagi antar lembaga tersebut, anda bisa lihat di Televisi dari mulai pagi sampai malam kayaknya berita tersebut pasti ada deh. Ketika lembaga negara untuk berkubang dengan konflik maka efek nyata yang kentara adalah rakyat akan terlantar dan efek selanjutnya adalah sudah pasti diduga dari mulai hilang kepercayaan kepada para penyelengara negara, hilangnya harapan, tidak percaya dengan hukum, timbul sifat egois dan apatis berujung pada ingin hanya memperkaya diri, sehingga akan memicu masalah-masalah sosial dan ekomoni yang kadang berujung dengan anarkis.

Apa yang salah di sini?

Saya mencoba untuk menganalisa dari beberapa sisi sbb:

1. Faktor Hukum?. Apakah hukum yang kurang detil dan mengikat ? konon kabarnya hukum kita ini warisan dari belanda dan kalau anda lihat di kitab-kitab hukum di indonesia itu banyak yang menyerap dari bangsa eks penjajah indonesia yaitu Belanda. Apakah hukum yang berlaku kurang mengcover atau sudah tidak "up to date" lagi sehingga perlu ada revisi dan atau penambahan poin-poin baru di dalam hukum yang berlaku. Atau jangan-jangan terjadi tumpang tindih di dalam hukum yang telah dibuat sehingga menjadi bias dan absurd.

2. Faktor Manusia ? Apakah mungkin masyarakat sekarang sudah semakin pintar sehingga dengan otaknya yang semakin berkembang sudah mulai mampu melihat celah-celah hukum yang akhirnya dimungkinkan untuk melakukan "kreatifitas" di sana.

3. Faktor Pengawasan dan Penindakan? Apakah mungkin faktor pengawasan yang lemah antar lembaga ? kalau pun lemah, lemah dalam sisi apa ? undang-undang ? kewenangan ? Prosedur ?

4. Faktor Moral and Goodwill? kalau yang ini saya engga bisa ngasih pendapat lebih jauh . .. ya juga karena sampai sekarang juga saya engga yakin dengan moral saya apakah masih baik, sedikit lebih baik, rusak atau sudah tidak ada sama sekali :-) silahkan nilai moral pribadi masing-masing saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun