Berdasarkan keterangan data yang dikemukakan Menteri Sudirman, ada tiga wilayah tertinggi krisis listriknya. Di kawasan Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, dan Gorontalo misalnya, minus 6,8 persen. Lantas, kawasan Sumatera Utara dan Aceh yang defisit listriknya sampai minus 9 persen. Sedangkan angka tertinggi terdapat di kawasan Bangka dengan minus 10,8 persen. Solusi yang disampaikan adalah dengan membangun mesin pembangkit listrik, namun durasi waktu pembangunan yang lama dimungkinkan Byar Pet alias Pemadaman Bergilir adalah solusi yang paling bijaksana untuk dilakukan pemerintah.
Seperti diberitakan sebelumnya, Perkumpulan PDKP Bangka belitung pada tanggal 16 Juli 2014 telah mengirimkan Pemberitahuan Terbuka (Notifikasi) Gugatan Citizen Lawsuit Perbuatan Melawan Hukum atas Kelalaian Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan Pelayanan Listrik Publik sehingga menimbulkan kerugian kepada masyarakat di Bangka Belitung.
Penggiat Kebijakan Publik, John Ganesha menyebutkan bahwa
“Mungkin banyak ide lain tentang cara mengatasi Byar Pet, tapi upaya hukum PDKP BABEL lebih diarahkan kepada adanya sikap pemerintah daerah yang lebih nyata memberikan kepastian layanan kepada publik atas situasi perencanaan ketenagalistrikan yang lalai diterapkan”. Ditambahkannya bahwa hal itu dapat dilakukan dengan.
“Faktanya listrik publik mati karena pemerintah belum mampu menyediakan daya listrik, disisi lain sifat mewah listrik masih dilakoni oleh pemerintah itu sendiri. Sebuah kebijakan sangat dibutuhkan saat ini, yang memberikan prinsip keadilan dan kepastian layanan kepada publik. Misalnya Pemerintah Daerah membuat kebijakan agar seluruh bangunan gedung kantor mengurangi pemakaian listrik sehingga minus 10,8% itu bisa diatasi, bahkan libatkan partisipasi publik untuk turut berkenan melakukan pengurangan pemakaian listrik demi kepentingan bersama."
Selama ini menurut PDKP BABEL, soal listrik hanya didekatkan pada UU Ketenagalistrikan, sehingga Kepala Daerah sering beralasan kewenangannya terbatas untuk menjawab soal byar pet. Padahal sejak adanya UU Pelayanan Publik tahun 2009, maka listrik adalah salah satu jenis kegiatan pelayanan publik yang menunjukkan tanggungjawab kepala daerah sangat penting untuk memastikan penyelenggaraanya dapat layanan listrik bagi wargan nyaberjalan dengan baik.
Oleh sebab itu, langkah KemenPANRB RI yang menetapkan tata cara penghematan/pengurangan pemakaian listrik dilingkup kantor dan bangunan kementrian, adalah sebuah langkah yang bijaksana dan menunjukkan sikap tanggungjawab mereka mendahulukan kepastian layanan bagi publik. Seperti hal yang dilakukan oleh Kemenag dengan Surat Edaran Nomor : SJ/B.III/HK.00.7/6536/2014 tentang Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi Kerja Aparatur Negara pada Kementrian Agama yang mengatur Penghematan pengurangan listrik dan tata ruang agar tidak mengurangi cahaya masuk, penghematan penggunaan pendingin ruangan, air, kendaraan , ATK dan seterusnya. Sebaiknya hal tersebut dapat ditiru oleh para kepala daerah kepada bangunan gedung kantor negara yang ada didaerah kekuasaannya.
"Kami ingin pemerintah tidak pasrah dengan keadaan ini, mengatasi krisis listrik ada 2 perspektif pertama menambah mesin pembangkit atau lakukan efisiensi atau pembatasan pemakaian listrik. prinsip pelayanan publik itu harus minimal komplainnya , namun disisi lain penegakkan hukum terhadap praktik korupsi pada pembangunan ketenagalistrikan terus digalakkan." Ungkap Pirwan, Ketua Umum PDKP BAngka Belitung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H