Mohon tunggu...
PUSAT DUKUNGAN KEBIJAKAN PUBLIK BANGKA BELITUNG
PUSAT DUKUNGAN KEBIJAKAN PUBLIK BANGKA BELITUNG Mohon Tunggu... -

Lembaga Pusat Dukungan Kebijakan Publik Bangka Belitung (PDKP BABEL) awalnya merupakan unit kerja dari Kantor Bantuan Hukum (KBH) Bangka Belitung yang berdiri pada tanggal 22 September 2002 atau bernama Yayasan Pendidikan Bantuan Hukum Indonesia (YPBHI) yang berkedudukan di Jakarta serta kantor perwakilan di 7 Provinsi di Wilayah Sumatera (Sumsel, Bengkulu, Lampung, Jambi, Padang, Riau dan Bangka Belitung). Lembaga yang pernah bekerjasama dengan UNI EROPA dan Yayasan Friedrich Naumann Stiftung (FNSt) German ini mendeklarasikan diri pada tanggal 1 Oktober 2004 secara konsisten dan independen berdiri sendiri sebagai sebuah lembaga yang bersifat nirlaba, independen dan non partisan partai politik yang bertujuan turut berperan serta dalam upaya-upaya pemberdayaan masyarakat, lingkungan hidup yang berkaitan dengan pemerintah, perlindungan konsumen, perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dan perbaikan peningkatan pelayanan publik serta bertujuan mewujudkan masyarakat yang demokratis. Lembaga Pusat Dukungan Kebijakan Publik Bangka Belitung (PDKP BABEL) baru mendaftarkan diri secara sah sebagai lembaga tingkat lokal pada tanggal 11 Oktober 2010 berdasarkan Surat Keterangan Terdaftar yang dikeluarkan oleh Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan pada tanggal 17 Desember 2010 Lembaga Pusat Dukungan Kebijakan Publik Bangka Belitung (PDKP BABEL) terdaftar sebagai lembaga tingkat nasional berdasarkan Surat Keterangan Terdaftar yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor: 074/D.III.1/XII/2010.

Selanjutnya

Tutup

Politik

SBY kalah Karena Tak Punya TV

18 Mei 2014   22:23 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:23 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14004010361284331492

Kalangan penggiat seni dan pengisi acara TV Di bangka belitung mengajukan petisi kepada Presiden RI Cq Kemenkominfo dan Komisi Penyiaran Indonesia atas tidak diselenggarakannya kewajiban program lokal oleh TV Swasta sistem jaringan (SSJ) seperti RCTI, MNCTV, ANTEVE, INDOSIAR, TRANS TV, TV One , Metro TV dan lainnya. Gugatan ini dikordinir oleh Perkumpulan PDKP BABEL (Pusat DUkungan Kebijakan Publik-Bangka Belitung) yang bertugas sebagai Tim Advokasi Musisi Cerdas Bangka Belitung. Juru Bicara Musisi Cerdas Babel, John Ganesha menyebutkan memajukan kecerdasan bangsa dan keadilan sosial adalah amanah konstitusi UUD NRI 1945 oleh sebab itu pemanfaatan frekuensi penyiaran di daerah oleh lembaga penyiaran SSJ harus memberikan manfaat kepada daerah dalam hal ini bangka belitung.

[caption id="attachment_336776" align="alignleft" width="300" caption="Musisi Babel disaksikan oleh KPID Babel saat membacakan Petisi kepada Presiden RI. Pengumpulan Tandatangan ini digalang melalui situs http://www.change.org/id/petisi/petisi-musisi-cerdas-bangka-belitung"][/caption]

Diceritakan oleh ganesha bahwa selama ini banyak band lokal dari bangka belitung dan daerah lain yang ingin eksis di pertelevisian agar kemudian bisa menjadi mata pencaharian sebagai musisi harus berani hijrah ke jakarta dimana tempat kantor TV berada. Menjual kebun karet dan lada adalah pertarungan awal mereka meminta persetujuan keluarga, sebagai biaya hidup di rantau dan biaya produksi yang diminta para broker acara TV musik. Sering kali mereka tak langsung bisa tampil di TV sehingga untuk bertahan hidup mereka harus memilih pekerjaan yang tidak terikat waktu dan aturan agar sewaktu-waktu bisa meninggalkan pekerjaan ketika mendapatkan panggilan dari pihak TV.

Dengan adanya kewajiban program lokal TV SSJ di bangka belitung maka masyarakat cerdas (dalam hal ini band babel) dapat mengembangkan diri dan menikmati hasil dari pemanfaatan peluang ekonomi dalam dunia penyiaran. Ganesha memberikan contoh bahwa setiap penampilan band di tv akan mendongkrak penjualan CD/DVD lagu mereka, jika harga 1 CD Rp. 30.000 dan meraih 100.000 keping penjualan (penduduk bangka belitung 1,5 juta orang) maka nilainya Rp. 3 Milliar. Bayangkan Jika skala ini dinaikan ke level nasional dengan 250 Jt Penduduk Indonesia maka nilainya mencapai puluhan milliar.

Maka dari itu ganesha menyimpulkan bahwa pengayaan manfaat dari frekuensi yang bertebaran di udara Indonesia telah diakumulasi secara sepihak oleh segelintir orang dan untuk menegakkan hukum penyiarannya diperlukan Pemimpin yang tidak terkooptasi dengan lembaga penyiaran. "Kalau di bangka belitung, orang berduit berusaha menguasai seluas-luasnya lahan untuk IUP Timah, sehingga siapapun yang menambang timah disitu wajib menjual kepadanya. Begitupun frekuensi di udara dipulau ini juga sudah dilapak oleh sifat kapitalisme modern. Lalu dimana keadilan ekonomi yang dijanjikan KOnstitusi itu." Ungkap Ganesha, ditambahkannya bahwa "Besarnya keuntungan yang beredar dari sistim sentralisasi penyiaran adalah pemicu utama keengganan pihak TV SSJ merelakan jam tayangnya diberikan kepada program lokal dan disiarkan secara lokal. Sebenarnya mudah saja menegakkan hukum penyiaran ini, jika melanggar maka Pemerintah dan KPI cabut saja Izin Penyiaran nya di Bangka Belitung, segel stasiun relay nya, Jadi TV-TV Lokal bisa hidup."

Disisi lain, Ibrahim,SH Ketua Hukum dan HAM PDKP BABEL menyebutkan pembiaran berlarut terhadap pelanggaran aturan yang berakibat kerugian kepada seseorang merupakan perbuatan melawan hukum. menurut Ibrahim bahwa "soal kewajiban siaran lokal itu ada jelas dimuat di UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 kemudian PP No. 50 Tahun 2005, Permenkominfo 43 tahun 2009 dll termasuk UU Persaingan usaha, sekarang sudah tahun 2014, kenapa pemerintah yang buat aturan tapi belum juga bertindak, kalau menurut saya aturan ini baik bagi keutuhan NKRI, semangat demokratisasi dan desentralisasi sangat kental dengan pemerataan kesempatan hak ekosob rakyat didaerah, kenapa pula pemerintah tidak mampu menegakkannya. "

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun