Mohon tunggu...
P B8
P B8 Mohon Tunggu... -

P B8 adalah nama pena ku yang merupakan singkatan dari PENULIS BINTANG 8. \r\nAku menggunakan nama pena agar tidak banyak yang mengetahui siapa aku sebenarnya. \r\n"P B8, Penulis yang hanya ingin dikenal melalui karyanya"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Singkirkan "Loe Loe Gue Gue"

10 April 2011   02:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:57 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kehidupan di kota besar seperti Jakarta memang menyenangkan. Hiburan melimpah ruah dari yang murah sampai yang super mahal, dari yang bermoral sampai yang maksiat semua tersedia dan dengan mudah diakses oleh siapapun.

Mencari uang pun terasa lebih mudah bagi orang yang mau berusaha.Bermodalkan sebuah gitar saja seseorang tidak akan kelaparan, apalagi bermodalkan dana yang besar, tentunya akan lebih mudah lagi.

Dari mulut ke mulutlah daya tarik Jakarta tersebar ke seantero negeri. Setiap tahun pendatang dari berbagai daerah membanjiri Jakarta, walaupun Pemda DKI dengan segala cara berusaha menangkal pendatang-pendatang dari luar daerah yangingin mengadu nasib di Jakarta. Salahsatunya dengan melakukan operasi yustisi, agar pendatang baru benar-benar mereka yang memiliki pekerjaan dan bukan pengangguran yang akanberpotensi melakukan kriminal di Jakarta.

Dengan demikian Jakarta menjadi berkumpulnya berbagai macam suku dari seluruh Indonesia yang umumnya tidak saling mengenal. Saya yang berasal dari pedalaman Kalimantan Barat sangat jarang berpapasan dengan teman satu daerah saat mengunjungi pusat perbelanjaan (Mall), Jangankan tidak sengaja bertemu, janjian pun kadang sama-sama tidak sempat. Memang saya terdaftar dalam sebuah Paguyuban perkumpulan perantau dari daerah kami, namun sayabelum pernah berpartisipasi dalam acara yang mereka adakan.

Dengan demikian, Menurut saya Jakarta menjadi kota Aku dan kota Kau. Istilah kerennya “Loe Loe Gue Gue”.

Efek dari “Loe Loe Gue Gue” ini sangat terasa dalam kehidupan sehari-hari, contoh sederhannya adalah saat berkendara di jalan raya, sesama pengemudi tidak mau saling mengalah bahkan cenderung berebutan maju walaupun hanya bisa maju 50 cm saja, mereka tidak akan memberikan celah buat kita berbelok walaupun posisi di depannya sedang macet, kadang dengan tidak beretika orang-orang akan melawan arah, parkir sembarangan di depan pintu rumah orang, bahkan ada yang berebutan parkir, serta membunyikan klakson sekencang-kencangnya saat kendaraan di depannya sedikit terlambat maju. Masih banyak lagi kelakukan orang-orang di kota besar yang terkesan tidak beretika dan saya yang menyaksikannya setiap hari merasa muak, namun tidak bisa berbuat apa-apa.

Mengapa bisa terjadi hal seperti itu?

Banyak faktor yang bisa menyebabkan hal ini terjadi, namun menurut saya adalah faktor “Loe Loe Gue Gue” itu, bagamana tidak? Orang tidak saling mengenal, sehingga si A tidak akan memperdulikan sikap kurang ajarnya kepada si B “Gue ngak kenal Loe”, berbeda halnya jika di kampung , yang notabene semua orang hampir saling mengenal atau setidaknya saling tahu. Si A akan merasa malu jika berbuat kurang sopan terhadap si B begitulah sebaliknya.

Dengan tulisan ini saya menghimbau kepada semua pembaca, berlakulah santun /sopan kepada siapapun walaupun anda tidak mengenalnya. Pupuklah tata krama kepada anak-anak anda sejak dini, jelaskan bahwa sikap “Loe Loe Gue Gue” itu tidak baik.

Semoga bermanfaat

(P B8, Penulis Novel Aku Mencintai Pribumi)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun