Dua minggu lalu kita dibuat kaget oleh pemberitaan di televisi yang menayangkan jutaan ulat bulu di Probolinggo, media menyebutkan ribuan namun saya menyebutnya jutaan tidak apa-apa karena kami sama-sama tidak menghitung jumlahnya.
Beberapa hari kemudian dikabarkan bahwaulat bulu semakin menyebar ke beberapa desa bahkan beberapa kecamatan, terakhir disebutkan ada di Bali dan Lombok.
Hari ini saya nonton di televisi ternyata ulat bulu sudah ada di Cikampek. Saya yang bermukim di Jakarta mungkin harus dengan terpaksa mengucapkan kata “Selamat Datang di Ibukota Ulat Bulu”.
Mengapa ulat-ulat bulu ini bisa semakin banyak? walaupun setiap hari kita lihat di televisi, Dinas Pertamanan bekerja sama dengan masyarakat setempat sudah melakukan pembasmian baik dengan cairan kimia maupun dengan cara tradisional (dibakar). Hasilnya menurut saya GAGAL.
Kembali ke Judul, Fenomena, Wabah, atau Teror?
Menurut saya keadaan ini memang termasuk Fenomena karena keadaan ini tidak lazim terjadi. Wabah? Ya. Sudah pasti, Pasalnya akibat kejadian ini masyarakat banyak yang mengalami gatal-gatal. Teror? Mungkin saja bahkan sangat mungkin, perlu kajian lebih jauh. Pasalnya dalam kehidupan bernegara sudah pasti terjadi persaingan yang ujung-ujungnya bermuara pada ketahanan ekonomi. Mungkin anda menyangka bahwa imajinasi saya terlalu jauh dan nakal membayangkan kejadian ini sebuah teror, atau anda akan mengatakan ini bukan fiksi Bung!
Terserah anda, inilah yang saya bayangkan.
Saya tahu ini bukan fiksi, tetapi ada satu rahasia yang akan saya bocorkan kepada anda, bahwa dalam menulis fiksi banyak hal nyata yang saya masukkan dalam karya fiksi saya (Novel ).
Mari Berimaginasi.
(P B8 Penulis Novel Aku Mencintai Pribumi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H