Setelah pengetikan soal selesai proses pencetakkan dimulai dengan mesin sheet manual dan dijilid satu persatu. Pada waktu itu disebut buku stensilan. Proses pembuatan buku latihan soal EBTANAS difaslitasi oleh sekolah dan dilakukan pada sore hari setelah sekolah selesai.
Kebiasaan pembelajaran kelas 3 SMP (sekarang kelas 9) pada waktu dulu menyelesaikan materi setelah itu latihan soal-soal untuk menghadapi EBTANAS.Â
Dengan adanya buku latihan soal-soal siswa tidak perlu mencatat soal lagi, siswa hanya mengganti biaya pembelian kertas dan tinta saja. Waktu tahun 1980-an memang sudah biasa siswa diminta guru mencatat di papan tulis pakai kapur, belum ada whiteboard dan boardmarker.
Ketika siswa yang piket menghapus tulisan di papan tulis debu kapur bertebangan kemana-mana. Ternyata menggunakan buku latihan soal lebih praktis dan harganya tidak mahal serta beberapa sekolah tahu manfaat buku tersebut juga ikut membeli terutama sekolah-sekolah terdekat.
Setelah mengetahui manfaat dari buku tersebut, banyak guru pesan buku untuk siswanya agar bisa latihan mengerjakan soal-soal dan ketika EBTANAS sudah siap, tentunya saja ingin siswanya mendapat nilai yang baik.
Banyaknya pesanan buku latihan soal-soal bahasa Inggris pada waktu itu membuat saya berpikir untuk menyerahkan saja ke penerbitan buku tetapi tidak jadi karena beberapa pertimbangan.Â
Akhirnya penerbitan buku saya kelola sendiri dengan manajemen ala tukang cukur karena keterbatasan modal. Langkah-langkah yang saya kerjakan pada waktu itu adalah sebagai berikut.
Pertama, membaca naskah soal-soal EBTANAS lama dan menganalisisnya untuk membuat soal-soal sejenis dengan tingkat kesulitan yang bervariasi.Â
Pada waktu itu setelah berakhir EBTANAS semua naskah soal harus dimusnahkan dan biasanya dibakar serta disertai berita acara pemusnahan naskah.
Sekolah biasanya ambil hanya beberapa naskah EBTANAS setiap mata pelajaran untuk arsip dan dokumen guru. Setelah draft naskah yang ditulis tangan di buku diperiksa dan disesuaikan dengan materi kurikulum sudah siap diketik.