Minggu ketiga  bulan Juni  2021 saya sering mendengar pengumuman orang yang meninggal dunia dari beberapa masjid atau mushola dan langsung dimakamkan pakai protokol kesehatan di dekat rumah saya.  Padahal setahun sebelumnya ketika awal  pandemi Covid 19 muncul belum begitu banyak berita kematian dari masjid atau mushola. Selain itu, ketika membuka WhatsApps grup (WAG) atau Facebook selalu saja ada informasi teman yang meninggal dunia akibat Covid-19. Teman satu kost yang ketika reuni beberapa tahun sebelum pandemi begitu ceria cerita masa lalu ketika kuliah juga meninggal. Saudara dekat yang setiap hari raya Idul Fitri biasanya ketemu dalam acara halal bihalal meninggal mendadak karena Covid-19.  Meningalnya teman-teman dekat dan saudara tentunya membuat saya sedih, kawatir dan cemas. Kecemasan tersebut memang rasional sebab peristiwa tersebut tidak pernah saya pikirkan sebelumnya meski kematian pasti datang tapi kok begitu cepat dan mendadak. Â
      Dalam menghadapi situasi seperti ini kita bisa saja berpikiran positf atau negatif. Jika kita terlalu memikirkan pandemi yang telah menelan  banyak korban tentu kita mengalami kesedihan yang  berkepanjangan, khawatir, was-was tidak tenang. Kekhawatiran itu muncul seolah-olah  kita akan  mengalami kejadian seperti itu. Jika kekhawatiran ini selalu menjadi pemikiran kita bisa saja mempengaruhi fisik dan emosi kita.  Akhirnya saya berpikiran positif agar kejadian tersebut tidak menimpa saya atau mengantisipasi dengan melakukan protolol kesehatan dengan ketat, misalnya sering menggunkan masker dobel dan selalu mencuci tangan jika pulang dari berpergian serta menjaga jarak setiap ada aktivitas yang tidak bisa ditunda. Ini lebih baik daripada kita berpikiran negatif dalam menghadapi pandemi Covid-19. Ada beberapa cara untuk mengurangi kecemasan pada masa pandemi Covid-19, pilihannya tergantung dari masing-masing individu dan juga situasai dan kondisinya. Berikut ini yang saya lakukan untuk mengurangi rasa cemas.
      Pertama, melakukan olah raga ringan  yang tidak perlu banyak biaya.Misalnya bersepeda atau gowes bagi yang sudah memiliki sepeda. Awal pandemi sekitar bulan Maret 2020 banyak orang yang tertarik olah raga bersepeda, sampai-sampai sebagian toko sepeda kehabisan stok sepedanya dan harganya naik beberapa kali lipat. Pada waktu itu saya sendiri kesulitan membeli sepeda terpaksa mencoba membeli sepeda di luar kota tapi stoknya juga habis. Meski akhirnya juga bisa membeli sepeda di kota saya sendiri dengan merek dan spesifikasi tidak seperti yang saya inginkan.
Seiring berjalannya waktu orang-orang sudah mulai bosan gowes mungkin mereka mengira pandemi Covid-19 sudah mulai berkurang atau kebiasaan orang Indonesia yang cepat bosan. Oleh karena itu, ini kesempatan untuk gowes kembali melupakan pandemi yang telah menelan banyak korban. Dengan gowes bisa meningkatkan imun serta perasaan senang jika kita lewat hamparan hijau sawah di kiri dan kanan kita. Lakukan gowes sendiri daripada dengan gowes rombongan atau gowes komunitas. Gowes rombongan biasanya sulit menjaga jarak dan sering makan dan minum bersama setelah gowes. Hal seperti ini tidak menjadikan kita sehat tapi malah covid-19 bisa menyebar antar peserta gowes. Kita tidak tahu siapa orang tanpa gejala (OTG) ketika melakukan gowes bersama. Sebaiknya gowes pada pagi hari selain sehat kita juga bisa mendapat vitamin D dari sinar matahari yang bersinar terang pada pagi hari.Â
      Kedua, curhat kepada saudara atau sahabat yang dipercaya juga bisa mengurangi kecemasan. Terasa lega ketika saya bisa mengutarakan perasaan cemas atas kematian saudara dan sahabat pada masa pandemi Covid-19 saat ini. Tentunya curhat hanya kepada sehabat yang bisa dipercaya, teman bisa banyak tetapi sehabat hanya sedikit. Sehabat merupakan teman yang mau diajak suka dan duka dan biasanya mau diajak berbagi jika ada masalah. Jika masalah yang sedang saya hadapi sama dengan masalahnya sahabat dapat menyadarkan kita bahwa saya harus lebih bersyukur sebab saat ini masih tetap sehat. Curhat sekarang tidak harus bertamu tatap muka tetapi bisa dilakukan via telepon maupun whatsApp dengan biaya murah sekaligus perasaan bisa lega.
      Ketiga, mendengarkan musik favorite juga bisa membantu mengurangi kecemasan yang kita hadapi. Beberapa penelitian membuktikan bahwa musik dapat menenangkan pikiran manusia termasuk bisa mengurangi kecemasan. Hal ini memang rasional ketika kita mendengarkan musik hati kita merasa tenang dan senang jika dibanding hanya meratapi kecemasan saja. Apalagi di zaman digital keinginan mendengarkan musik lebih leluasa dengan berbekal handphone kita dapat mendengarkan musik apa saja dan kualitas suaranya juga jernih dan bagus.. Mendengarkan musik sesuai dengan selera kita masing-masing musik apa yang disenangi bisa musik klasik, pop, atau jazz. Kalau saya biasanya mendengarkan musik pada waktu  malam hari menjelang tidur lebih tenang dan kita bisa menggunakan earphone agar tidak mengganggu ketenangan orang lain.
      Sebenarnya banyak cara yang bisa mengurangi kecemasan namun itu semua tergantung dari masing-masing individu. Saya lebih suka olah raga, curhat kepada sahabat dan mendengarkan musik untuk mengurasi rasa cemas namun orang lain memiliki cara yang berbeda. Yang paling utama dan penting adalah berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar pandemi Covid-19 segera berakhir dan kita harus yakin bahwa alam akan membuat keseimbangan. Ibaratnya jika kita berpuasa pasti akan datang hari raya, jika kita sudah cukup lama bersedih dan cemas kita harus yakin pasti akan datang masa hari-hari yang penuh kebahagiaan.
Semoga bermanfaat.
Pati, 14 Juli 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H