Akibat Koalisi Gemuk
Jika kita analisis penyebab munculnya  Undang-undang (UU KPK, Minerba, MK dan UUCK) merupakan hasil deal politik pemerintah dan DPR meskipun keempat undang-undang tersebut masih banyak mendapat penolakan publik.
Pemerintahan dalam hal ini presiden sangat paham  bahwa untuk memuluskan hasrat politiknya dibutuhkan koalisi gemuk dengan model power sharing. Tanpa koalisi gemuk program pemerintah akan selalu kandas dalam proses pembahasan di DPR.
Akibatnya hampir setiap program pemerintah selalu mendapat dukungan dari sebagian besar anggota DPR meskipun program tersebut mendapat tantangan keras dari publik, contohnya perubahan UU KPK dan UUCK.
Yang diperlukan pemerintah saat ini memang efektivitas dan stabilitas pemerintah adalah kolasi gemuk dan ini merupkan salah satu cara dalam sistem  presidensial dan multi partai. Di dalam sistem presidensial dan multi partai membentuk koalisi partai politik adalah sangat wajar dan umum terjadi.
Pengalaman pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) berasal dari partai politik yang memiliki kursi  kecil di DPR dalam proses penyusunan undang-undang dan program-program pemerintah banyak yang mendapat perlawanan bahkan penolkan dari DPR.
Akibat dari koalisi super gemuk mekanisme checks and balances menjadi tidak efektik yang terjadi justru sebaliknya yaitu kesepakatan politik untuk mendukung program pemerintah.
Belajar dari pengalaman demonstrasi besar-besaran menentang produk undang-undang yakni UU KPK dan UUCK yang dianggap  tidak mencerminkan aspirasi publik menunjukkan hubungan antara wakil rakyat yang duduk di DPR dengan rakyatnya tidak harmonis.
Mahasiswa, masyarakat sipil dan para akademisi seolah-olah  dibutuhkan manakala calon anggota DPR dan calon presiden memerlukan mereka. Setelah menjadi anggota DPR dan presiden pendukungnya  jangan berharap terlalu banyak kepada mereka.
Masalah yang tidak kalah pentingnya dalam proses penyusunan RUU khususnya UUCK adalah dimungkinkan pengaruh oligarki , MUI menilai pengesahan UUCK di tengah ramainya penolakan masyarakat menunjukkan kesan perpolitikan tanah Air dikuasai oligarki (Kompas.com,9/10/2020).
Sementara itu organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah juga tidak kalah kerasnya dalam menolak UUCK. Pengaruh para oligark sebetulnya pernah disampaikan dalam tulisan Jeffrey Winters (2013) yang berjudul Oligarchy and Democracy in Indonesia, sekelompok orang yang memiliki modal besar yang bisa mempengaruhi pemerintah dalam pengambilan keputusan yang tujuannya melindungi sekaligus mengembangkan kekayaannya.