Gereja merupakan tempat peribadatan bagi umat Kristen dan umat Katholik yang keberadaannya telah ada jauh sebelum bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Menurut Claude Guillot dalam Kiai Sadrach : Riwayat Kristenisasi di Jawa (1985): “Gereja Katholik, sejak 1806, diakui secara resmi di negri Belanda dan konsekuensinya juga di Hindia Belanda. Pada tahun 1810 dua pastor diangkat untuk misi cabang Surabaya yang baru dibuka.”
Perkembangan agama Katholik di Indonesia memang tidak begitu mengesankan bila dibandingkan dengan perkembangan ajaran Kristen Protestan. Pasca Belanda berhasil menyingkirkan Portugis dari nusantara, agama Katholik menemukan kebuntuannya untuk dapat terus berkembang di Indonesia. Lebih lagi mayoritas orang Indonesia yang beragama Islam semakin menambah tantangan bagi pertumbuhan gereja Katholik.
Setelah vakum hampir selama dua ratus tahun akibat dihancurkannya misi Katholik oleh VOC, akhirnya pada awal abad ke-19 M keberadaan gereja Katholik di Indonesia dapat pulih kembali. Awal pergerakan misi Katholik ini di awali dari kota Batavia yang menjadi cabang misi Katholik pertama di Indonesia dengan kehadiran dua orang pastur Katholik, yaitu Nelissen dan Prinsen.
Seiring berjalannya waktu, misi Katholik terus berkembang ke berbagai daerah di pulau Jawa lainnya, seperti Yogyakarta, Ambarawa, Semarang, hingga Surabaya. Cabang misi Katholik di Surabaya merupakan cabang misi kelima gereja Katholik di Indonesia.
Keberadaan cabang misi di Surabaya pada awalnya terlihat tidak begitu menjanjikan, sebab pada saat itu tenaga misionaris yang di kirim ke kota itu masih sangat minim dan misi cabang di Surabaya juga baru pertama kali dibuka.
Volume kedatangan orang-orang Eropa ke kota Surabaya terus mengalami peningkatan drastis. Hal ini menjadi angin segar bagi misi Katholik di kota itu, karena kebanyakan orang-orang Eropa yang datang itu adalah penganut agama Kristen Protestan maupun Katholik. Keberadaan mereka menjadi penting sebab para misionaris Katholik awalnya datang ke Indonesia hanya untuk membina para jemaat dari golongan orang-orang Eropa saja.
Akan tetapi, mulai dari pertengahan abad ke-19 M sampai awal abad ke-20 M agama Katholik mulai disebarkan kepada para penduduk pribumi. Menurut J.D Wolterbeek dalam Babad Zending di Pulau Jawa (1995): “Sri Paus Leo XIII mulai tahun 1878 hingga 1903 sangat memperhatikan perkembangan misi dan memerintahkan agar Injil tetap diberitakan dengan rajin di nusantara (Indonesia).”
Surabaya merupakan kota pelabuhan terbesar yang terletak di Jawa Timur. Kota yang resmi berdiri pada tahun 1293 ini tercatat sebagai salah satu kota pelabuhan terbesar dan teramai, sehingga membuat kota ini menjadi pusat perdagangan, tempat di mana beredarnya barang dan jasa dari berbagai kawasan. Aktivitas yang ramai ini berdampak pada meningkatnya kedatangan para pendatang dari berbagai wilayah ke kota Surabaya.
Karakteristik dan kondisi kota yang tergolong ramai mendorong dibukanya cabang misi Katholik di kota tersebut. Beberapa misionaris mulai berdatangan ke kota Surabaya, sehingga perkembangan agama Katholik perlahan mulai semakin maju. Kemajuan mulai terlihat ketika agama Katholik mulai disebarkan kepada para penduduk pribumi.