Mohon tunggu...
Pauzan Haryono
Pauzan Haryono Mohon Tunggu... Dosen - -

"Manusia biasa yang berusaha untuk jujur pada diri sendiri"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merdeka 100% atau Tidak Sama Sekali

16 Agustus 2016   10:44 Diperbarui: 16 Agustus 2016   11:04 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Istilah merdeka seratus persen pertama kali diutarakan oleh Tan Malaka sebagai tanggapan terhadap sikap Bung Karno yang masih menginginkan kompromi dengan pihak Jepang dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Bung karno menginginkan kemerdekaan Indonesia merupakan hasil rumusan Panitia Perumusan Kemerdekaan yang anggotanya ada wakil dari bangsa jepang. Sementara itu sikap Tan Malaka sangat keras, yaitu ingin kemerdekaan Indonesia sesegera mungkin dan merupakan hasil perjuangan putra-putri bangsa tanpa campur sedikitpun dari pihak Jepang.

Ujaran Tan Malaka tersebut ditanggapi dengan semangat membara oleh Jendral Soedirman. Baginya, kemerdekaan seratus persen adalah bebas menentukan nasib sendiri dalam segala hal yang berkaitan dengan urusan negara Republik Indonesia. Merdeka menentukan tentara, merdeka menentukan bentuk negara dan merdeka dalam kehidupan sosial, budaya dan ekonomi.

Pertanyaan besarnya adalah : apakah selama 71 tahun ini  kita telah merdeka seratus persen? Secara fisik ya, karena kita telah bebas dari penjajahan bangsa lain. Akan tetapi pikiran dan prilaku hidup kita belum merdeka. Buktinya adalah kita masih berpikir bahwa budaya negara-negara Barat lebih hebat sehingga prilaku kitapun kebarat-baratan. Padahal yang namanya budaya memiliki keunggulan tersendiri sesuai dengan alam yang ditempatinya. Oleh karena itu makanan kita di bentangan wilayah tropis tidak harus sama dengan negara yang memiliki empat musim. Pakaian kita tidak harus menyerupai pakaian gurun pasir. Begitu juga dengan gaya hidup,  sosial dan ekonomi.

Negara Indonesia terkenal sangat menjunjung tinggi kebersamaan bukan individualisme. Masyarakat kita tidak punya budaya menunjukkan kelebihan diri dengan menumpuk-numpuk harta tetapi lebih mengutamakan kemanfaatan diri bagi orang lain. Sebagai contoh bisa diperhatikan rumah-rumah asli di kampung adat bentuknya semuanya sama, padahal  bisa jadi tingkat ekonomi pemiliknya berbeda. Mereka tidak menonjolkan diri dengan banyaknya harta tapi lebih mengutamakan partisipasi dalam membantu orang lain.

Kalau hari ini ekonomi kita masih bergantung pada indikator negara lain. Pendidikan kita masih menjiplak standar bangsa lain. Kekayaan alam kita masih lebih banyak dikuasai asing. Mental kita juga masih INLANDER sehingga membangga-banggakan gaya hidup orang lain.  Berapa persenkah kita sudah merdeka?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun