Naskah novel ini sebetulnya mendahului ada sebelum naskah dua novel yang sudah diterbitkan tahun 2012 dan 2015, tapi malah mendapat giliran terbit di tahun 2016 ini. Kalau boleh cerita, dulu ketika menulis naskah novel "Impala-impala Hindia" ini, saya mencicilnya setiap hari, minimal 5-10 halaman. Saya fokus ke komitmen untuk menyelesaikan cerita ini. Saya selalu tulis cerita setelah habis pulang kerja, bahkan hari Minggu. Intinya, saya tulis kalau ada waktu. Ditulis hampir setahun lebih dari tahun 2009-2010 hingga saya tawarkan ke sebuah penerbit dinyatakan diterima, tapi hasilnya di-PHP hingga saya terbitkan sendiri secara indie. Beberapa buku referensi dan blusukan di internet tentunya mengawali/mengantar saya untuk menulis novel tebal ini
Berikut ini, contoh kutipan dari tokoh-tokoh di dalam novel Impala-impala Hindia:
Aku bukanlah seorang satria Jawa. Aku masih terlalu muda untuk menjadi terhormat -Maon-
Pantang mencari kenikmatan dan kesenangan hidup dari membonceng pada sebuah kekuasaan -Maon-
Apalah artinya priyayi atau pekerja berkerah putih bila aku dan para pekerja itu adalah sama, yaitu sama-sama bumiputera yang terpaksa menjadi masyarakat kelas empat -Maon-
Hal ini meyakinkanku bahwa semua manusia sesungguhnya sama saja, baik coklat, hitam, maupun putih kulitnya. Ketamakan, kerakusan atau keserakahan sesungguhnya tak pandang warna kulit, semua manusia sama saja -Maon-
Bangsa Eropa atau bumiputera tak menjadi persoalan, tetapi kerakusan dan keserakahan akan selalu bisa muncul di antara bangsa-bangsa manusia -Maon-
Ingat Tuan, kerakusan adalah sifat yang dimiliki oleh semua orang, baik kulit putih maupun bumiputera -Tuan Sneev-
Orang seperti itu tak layak kita anggap sebagai bagian dari bangsa bumiputera ini. Tubuh mereka memang bumiputera, tapi mereka bukan bumiputera -Tuan Tjokro-
Sinopsis Pendek Novel Impala-impala Hindia
   Akulah Maon, anak seorang pekerja rendahan di jawatan kereta api Modjokerto. Ayahku bernama Prawiro Atmodjo. Beliaulah yang selalu mengharapkan agar aku, anak laki-laki satu-satunya bisa mengenyam bangku sekolah. Bapakkulah yang setiap siang dan malam selalu bekerja keras demi membiayai keperluan sekolahku.Â