Semenjak munculnya fenomena Jokowi-Ahok dalam pilgub DKI 2012, perlahan muncul berbagai budaya baru dalam dunia politik kita. Jika sebelumnya cara memenangi proses pemilu selalu identik dengan mengumpulkan parpol koalisi sebanyak mungkin, menggelontorkan dana pribadi hingga puluhan miliar dsb, saat ini muncul budaya baru: mengandalkan para relawan yang bekerja keras tanpa dibayar, juga mengandalkan sokongan dana dari sumbangan para relawan dan masyarakat dengan cara membuka rekening kampanye.
Mengumpulkan parpol koalisi sebanyak mungkin tidak lagi dianggap menjadi jaminan kemenangan; budaya tersebut sudah diruntuhkan oleh kemenangan Jokowi-Ahok dalam pilkada DKI 2012, padahal saat itu mereka hanya diusung 2 partai, yaitu PDIP dan Gerindra.Â
Entah bagaimana, semenjak kemenangan Jokowi-Ahok dalam pilkada DKI 2012, kekuatan partai politik dalam dunia politik kita seakan semakin tergerus. Saat ini, politik sudah dipandang tidak lagi dikuasai para elit parpol semata. Jokowi-Ahok telah membuktikan bahwa dengan kekuatan parpol yang sedikit pun, mereka bisa memenangi pilgub.Â
Kemudian budaya baru ini semakin dikuatkan oleh Ahok, yang berani maju pilgub DKI 2017 melalui jalur independen, meskipun hal itu sangat berisiko; para elit parpol mewacanakan akan bersatu padu untuk melawan Ahok di pilgub, meskipun belakangan hal itu sepertinya tidak akan terjadi, mengingat beberapa partai politik mulai mengalihkan dukungannya pada Ahok.Â
Fenomena runtuhnya dominasi parpol ini tidak akan terjadi jika dukungan masyarakat tidak benar-benar kuat. Entah bagaimana, Jokowi-Ahok telah begitu berhasil memikat hati rakyat hingga kekuatan parpol pun kalah. Suatu fenomena yang belum pernah ada sebelumnya; baik SBY dalam 10 tahun kepemimpinannya, maupun Risma di Surabaya, maupun Ridwan Kamil di Bandung, semuanya belum pernah berhasil membuat fenomena semacam ini.
Tergerusnya dominasi parpol di dunia politik kita menunjukkan satu hal yang sudah jelas: bahwa rakyat sudah lelah dan muak dengan partai politik yang kinerjanya jauh dari harapan masyarakat. Mereka korup, selalu memperjuangkan kepentingan golongan sendiri, tidak mempedulikan suara masyarakat. Masih segar dalam ingatan bagaimana DPR memperjuangkan UU pilkada tidak langsung, revisi UU KPK, memperjuangkan BG menjadi kapolri, mati-matian membela SN yang jelas-jelas bersalah dalam kasus "Papa minta saham", dll. Sebegitu ngototnya mereka sampai seakan tuli pada gelombang protes dari masyarakat.
Kini, menjelang pilgub DKI 2017, sebuah fenomena lanjutan terjadi: majunya Ahok lewat jalur independen. Entah bagaimana, Ahok yang merupakan tokoh "Cina-Kristen", sekaligus tidak punya partai, malah begitu sukses memikat hati masyarakat, khususnya para kaum muda, hingga mereka berjuang susah payah mengumpulkan dukungan KTP untuknya sejak setahun lalu, walaupun Ahok tidak pernah menyuruh mereka melakukannya, walaupun mereka tidak dibayar dan tidak mendapatkan upah apapun atas tindakan mereka tersebut.Â
Luar biasa sekali para kaum muda ini; mereka secara sistematis berhasil mengumpulkan KTP hingga ratusan ribu dalam waktu singkat, mereka berhasil mengatasi berbagai rintangan seperti situs yang berusaha dihack ataupun cemoohan dari para musuh politik Ahok. Mengumpulkan dana hingga 3 miliar dari berjualan kaos; suatu hal yang bahkan para mahasiswa fakultas bisnis universitas ciputra saja belum tentu bisa melakukannya. Mereka hanya kaum muda biasa; mereka bukan politisi ataupun pengusaha hebat, namun berhasil membuat gebrakan sampai sebegitunya.
Fenomena ini mengingatkan saya pada 2 peristiwa penting dalam sejarah bangsa kita: Sumpah Pemuda dan Reformasi 1998. Dalam peristiwa sumpah pemuda tahun 1928, para kaum muda dari berbagai daerah dan suku, bersatu padu menyelenggarakan kongres-kongres pemuda, yang akhirnya melahirkan sumpah pemuda. Sedangkan pada reformasi 1998, para kaum muda bersatu melawan pemerintah yang otoriter dan diktator; para kaum muda yang "bukan siapa-siapa" ini sampai-sampai bisa menduduki gedung DPR dan akhirnya menggulingkan si penguasa, Soeharto.Â
Dari 2 peristiwa bersejarah tersebut, satu hal kita bisa simpulkan: reformasi selalui dimulai oleh para kaum muda. Saat para kaum muda idealis bersatu padu menghasilkan sebuah kegerakan, akan timbul suatu perubahan besar.
Akankah perubahan besar tersebut akan terjadi lagi kali ini, melihat para kaum muda yang tergabung dalam kelompok bernama "Teman Ahok" ini sejauh ini terlihat begitu bersatu padu, menghasilkan karya yang luar biasa berupa ratusan ribu fotokopi KTP dukungan Ahok?