Mohon tunggu...
Paulus Teguh Kurniawan
Paulus Teguh Kurniawan Mohon Tunggu... Akuntan - Akuntan

Alumni Master of Science in Finance dari University of Edinburgh, Inggris Raya. Fasih bicara bahasa Inggris dan Mandarin. Saat ini bekerja sebagai akuntan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kenapa Jokowi Tidak Mau Menuntaskan Kasus Pelanggaran HAM Berat?

11 Februari 2017   21:11 Diperbarui: 11 Februari 2017   21:26 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak awal pemerintahan Jokowi, belum pernah terlihat upaya tegas pemerintah untuk menuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Meski sudah berulang kali didesak oleh masyarakat, meski berbagai forum dan asosiasi sudah mendesak pemerintah, namun pemerintah tetap saja terkesan menutup telinga. Beberapa kali pemerintahan Jokowi ngotot menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat itu melalui jalur rekonsiliasi saja. Alasannya pun terkesan mengada-ada. Alasan yang paling banyak didengungkan adalah kurangnya bukti karena kasus tersebut sudah lama berlalu. Lucu, padahal pemerintah sama sekali belum mencoba melakukan investigasi tuntas, malah langsung menyimpulkan demikian. Contohlah Jerman. Tahun lalu baru saja pengadilan Jerman memvonis bersalah beberapa pelaku tragedi holocaust Nazi pada masa Hitler, yang terjadi 70 tahun lalu.  Muncul pertanyaan, kenapa pemerintahan Jokowi begitu lamban menangani kasus pelanggaran HAM berat masa lalu?

Jawabannya sederhana saja: karena Jokowi tersandera kepentingan-kepentingan politik. Memang itulah realita politik kita. Di bangsa ini, penegakan hukum tidak pernah bisa dilepaskan dari kepentingan politik. 

Saat masa pilpres yang lalu, seorang pendukung Jokowi pernah mengatakan: yang baik-baik itu ngumpul ke Jokowi-JK, yang jahat-jahat ngumpul ke Prabowo-Hatta. Ini adalah statemen yang 100% salah. 99% politisi memiliki boroknya masing-masing, tak terkecuali orang-orang di belakang Jokowi. Para timses dan para petinggi partai pendukung Jokowi semuanya punya borok sendiri. Jokowi harus memanfaatkan para politisi jahat ini untuk mencapai kursi pemimpin dan memakmurkan rakyat. Ahok pun juga demikian. Contoh paling jelas adalah Ahok berusaha mendapat dukungan dari Setya Novanto, ketum GOlkar, yang sudah jelas-jelas pernah kena skandal "papa minta saham". Itulah realita politik kita. Politik kita bukanlah seni mengumpulkan para politisi baik untuk bersama-sama melawan para politisi jahat dan memakmurkan rakyat. Politik adalah seni memanfaatkan para politisi jahat untuk mencapai tujuan kita dan memakmurkan rakyat.

Karena itu, para politisi jahat ini, tidak mungkin mau begitu saja mendukung Jokowi tanpa syarat. Mereka masing-masing harus membuat deal-deal politik dengan Jokowi. Dan hampir pasti salah satu deal utama tersebut adalah semacam "oke saya dukung kamu Jokowi jadi presiden, tapi kamu tidak boleh menjerat hukum saya, kamu harus lindungi saya dari jerat hukum". Kira-kira semacam itulah. 

Idealnya, politisi yang baik akan menolak syarat semacam itu. Namun dalam realitanya, tidak bisa seperti itu. Kalau kita mau 100% idealis dalam berpolitik, 100% bekerja untuk memakmurkan rakyat dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu, pasti kamulah yang akan digulingkan oleh para politisi jahat itu. TIdak mungkin kau bisa mencapai kursi presiden. Kalaupun bisa, kau pasti tidak akan bertahan lama di sana. Para mafia, para politisi jahat itu akan bersatu padu untuk menggulingkanmu. Seperti misalnya dalam upaya makar yang belakangan ini terjadi Kenapa Jokowi berhasil mengatasi dengan gemilang upaya makar tsb? Salah satu faktornya adalah karena adanya dukungan Luhut Panjaitan, Wiranto dll. Tanpa adanya dukungan para politisi lain itu, kemungkinan besar Jokowi sudah dilengserkan.

Itulah kesulitan yang selalu dihadapi Jokowi, Ahok, dan para politisi baik lainnya. Mereka senantiasa harus berhadapan dengan konflik kepentingan. Mereka harus me-manage bagaimana memuaskan para politisi itu sambil terus memakmurkan rakyat. Dalam kondisi saat ini, mustahil Jokowi bisa memuaskan keinginan rakyat 100%. Karena ada terlalu banyak mafia dan politisi jahat yang berkuasa. Bagaimana cara mengatasi "lingkaran setan" ini? Kuncinya adalah rakyat. Kita butuh makin banyak orang baik seperti Jokowi dan AHok yang mau maju melawan para politisi jahat itu. Kita butuh rakyat yang cerdas, yang mau menggunakan hak pilihnya dengan bijak dalam pemilu untuk memilih para pemimpin dan wakil rakyat yang baik dan hebat, tanpa tergiur oleh money politics ataupun pencitraan oleh para politisi jahat. Rakyat harus diedukasi sebaik mungkin untuk itu. Butuh waktu yang sangat lama memang. Tapi tidak ada cara lain. Itulah realita kondisi bangsa kita ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun