Babak ke-4 dan ke-5 merupakan sesi tanya jawab. Seperti yang dijanjikan KPU, kali ini ada porsi yang cukup banyak untuk tanya jawab. Namun saya tidak menyangka sesi ini ternyata berjalan begitu membosankan. Pertanyaan-pertanyaan kedua calon hanya berupa pertanyaan semacam "bagaimana menurut bapak, bagaimana cara bapak, menurut bapak apakah... " dan semacam itu. Padahal dalam debat yang akademis, sesi tanya-jawab seharusnya merupakan kesempatan untuk menyerang dan menelanjangi kelemahan visi-misi ataupun program calon lawannya. Sampai-sampai saya melihat di media sosial beberapa orang mengatakan "mereka ini berdebat atau berdiskusi sih?", dan semacam itu.
Saya berpikir, seandainya saya jadi Jokowi, saya akan menanyakan, "bapak terus-terusan mengkritik kebocoran uang negara 1000 Triliun, itu kan salahnya menteri perekonomian, lha kok sekarang bapak malah jadikan dia cawapres bapak?". Atau bisa juga tanya begini , "bapak bilang mau mengefisiensi APBN supaya bisa disalurkan ke masyarakat, tapi kok kapan itu di debat yang lalu bapak bilang mau menaikkan gaji pejabat? Kalau gitu APBN nya malah makin tersedot untuk menggaji pejabat dong?". Sedang untuk Prabowo, seharusnya ia bisa bertanya kepada Jokowi, "anda bilang selama ini sudah berhasil membangun pasar rakyat, memperbaiki kualitas pasar, menata PKL dsb di jakarta dan solo, lantas nyatanya kok di Jakarta masih banyak PKL di monas dan di jalan raya? Malah PKL tanah abang yang pernah bapak urus itu ujung-ujungnya kembali jualan di jalan juga?". Dalam sesi tanya-jawab ini, kedua calon seperti hanya bersoal-jawab mengenai konsep-konsep perekonomian saja sambil berharap lawannya tidak bisa menjawab karena belum memahami konsep perekonomian tersebut.
Walaupun menurut saya sesi tanya-jawab ini terkesan kurang bermutu, namun ada juga beberapa pertanyaan yang gagal dijawab oleh kedua calon. Prabowo sempat bertanya mengenai cara Jokowi menghadapi asean free trade agreement, di mana ada ancaman produk-produk luar akan menghabisi produk lokal. Jokowi menjawab caranya adalah mempersulit masuknya produk luar dengan "trade barrier", yaitu misalnya bea masuk, perizinan, dsb. Kemudian Prabowo secara simple cuma meminta Jokowi lebih memperjelas saja cara-cara tersebut. Hmm, saya heran, sebenarnya Prabowo sadar gak kalau jawaban Jokowi itu lemah dan bahkan terkesan sedikit ngaco? Yang namanya free trade alias perdagangan bebas adalah: produk luar bisa BEBAS masuk ke Indonesia, tidak boleh lagi sengaja dihalang-halangi untuk masuk. Trade barrier sebisa mungkin harus dihilangkan semua, itulah yang namanya perdagangan bebas. Tidak boleh lagi ada bea masuk. Seharusnya Prabowo mengeksploitasi hal ini, namun sayangnya Prabowo sendiri tampaknya juga tidak begitu mengerti arti perdagangan bebas. Jawaban yang paling tepat bagi Jokowi untuk menjawabnya adalah mempertahankan sedikit "trade barrier" yang masih diperbolehkan ada dalam perdagangan bebas, misalnya syarat standar mutu/standar kesehatan. Kemudian bisa juga dengan MENUNDA masuknya produk-produk dengan mengulur-ulur waktu kesepakatan impor tersebut sambil mendorong pengusaha lokal memproduksi barang-barang sejenis atau meningkatkan kualitas produksi barang-barang sejenis supaya saat produk impor tersebut masuk, kualitasnya kalah bersaing dengan produk lokal.
Sedangkan bagi Jokowi, ia terlihat di atas angin berkat 3 pertanyaan yang ia ajukan berikut. Pertama, mengenai TPID. Prabowo bingung dan bertanya apa itu TPID, yang dijawab oleh jokowi "Tim pengendali inflasi daerah". Prabowo menjawab "soalnya saya kan tidak mengetahui seluruh arti singkatan". Walaupun di media sosial banyak pendukung Jokowi yang mencibir Prabowo karena tidak tahu apa itu TPID, saya sepakat dengan Prabowo bahwa tidaklah mungkin memahami seluruh singkatan. Namun kekalahan Prabowo di sini bukanlah ketidaktahuannya mengenai singkatan TPID tersebut, namun jawabannya yang terkesan tidak mengerti apa-apa. Ia hanya mengatakan bahwa inflasi sebisa mungkin harus dikurangi, dan hal-hal yang masih "abu-abu" semacam itu. Seharusnya ia menjawab "TPID harus memacu produktivitas perusahaan-perusahaan, UMKM, petani dsb supaya inflasi terkendali. Mereka harus memanajemen jumlah ekspor-impor barang dari daerah tersebut. Mereka harus menegur jika ada perusahaan yang memasang harga terlalu tinggi". dan semacam itulah. Tampaknya Prabowo sama sekali tidak menguasai konsep TPID.
Yang paling mencolok, Prabowo tidak bisa menjawab pertanyaan Jokowi mengenai pengembangan ekonomi kreatif. Seharusnya kunci pengembangan ekonomi kreatif adalah pendidikan dan kewirausahaan (entrepreneurship). Saat Prabowo kebingungan menjawab, ia cuma sempat berurai "saya sangat mendukung segala upaya untuk memajukan ekonomi kreatif". Saya tertawa. Lha harusnya kan dia jelaskan upayanya itu APA SAJA, itulah yang ditanyakan Jokowi, bukan apakah ia setuju memajukan ekonomi kreatif atau tidak. Saat Jokowi berusaha menelisik lebih jauh, Prabowo malah mengatakan setuju dengan Jokowi, kemudian cipika-cipiki dengan Jokowi. Ia menyatakan bahwa dirinya bersedia setuju dengan Jokowi meskipun timsesnya menyuruhnya jangan pernah setuju dengan JOkowi, seolah ingin menunjukkan kejantanannya. Menurut saya kalau Prabowo mau jadi jantan sejati, ia harusnya mengakui ketidakmampuannya menjawab pertanyaan Jokowi dan ketidaktahuannya mengenai ekonomi kreatif.
Dan satu lagi hal menarik yang terakhir dari sesi tanya-jawab ini adalah pertanyaan Jokowi tentang UU desa, di mana di sana sudah diatur bahwa tiap desa harus menerima dana 1 Miliar atau lebih dari pemerintah pusat, jadi program Prabowo memberikan 1 miliar per desa itu sama sekali bukan hal baru, malah hal itu pasti diberlakukan siapapun presidennya. Prabowo berdalih bahwa dulunya UU tersebut tidak ada, dan baru dibuat setelah dirinya yang memunculkan ide tersebut dan kemudian mengusahakan supaya ide tersebut disetujui di DPR. Bagi saya ini menghantam telak Prabowo karena membuktikan bahwa program Prabowo 1 miliar per desa itu sudah ada di UU, sama sekali bukan gebrakan baru, dan dengan demikian menunjukkan bahwa gonjang-ganjing Prabowo mengenai ide 1 miliar per desa itu hanya pembohongan dan pencitraan semata.
Jadi meskipun menurut saya sesi tanya-jawab ini berlangsung tidak menarik dan kurang bermutu, Jokowi memenangi sesi ini, 1-0 untuk Jokowi.
Di sesi akhir, ketika tiap calon disuruh memberikan pernyataan penutup dan kesimpulan, Prabowo menekankan dengan berapi-api kerinduannya menyejahterakan seluruh rakyat, pentingnya memajukan ekonomi kerakyatan yang berdikari, dan bahwa dirinya siap menghormati apapun pilihan rakyat. Sedangkan Jokowi lagi-lagi terlihat terbata-bata dan cuma sekedar menyatakan mengenai keinginannya supaya tidak ada rakyat yang harus kelelahan bekerja siang-malam dalam kemiskinan. Skor Jokowi-Prabowo 0-1.
Kesimpulan akhir: Skor 2-2, namun mungkin Jokowi sedikit unggul karena memenangi babak yang paling krusial dalam debat ini, yaitu tanya-jawab, sementara Prabowo memenangi babak yang tidak begitu penting yaitu closing statement. Namun apapun itu, seri ataupun kemenangan Jokowi, bagi saya yang merupakan pendukung Jokowi, ini sudah cukup melegakan, mengingat bidang ekonomi ini adalah andalan utama kubu Prabowo, ditambah lagi ketidakfasihan Jokowi dalam berbicara. Meskipun di awal muncul kekhawatiran kubu Prabowo akan memenangi dengan mudah debat ini karena 2 faktor tersebut, namun ternyata Jokowi cukup bisa mengimbangi Prabowo.
Sebagai tambahan, pagi ini saya dibuat tergelitik dengan berita bahwa hari ini Prabowo memuji-muji pemerintahan SBY, menyebutnya sebagai bapak bangsa, cukup berhasil membangun bangsa selama 10 tahun. Baca beritanya di sini: http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/06/16/124239/2609177/1562/puji-puji-sby-prabowo-bukan-karena-menjilat-kalau-menjilat-harusnya-di-awal?9922032
Bagi saya ini lucu, mengingat dalam debat kemarin ia begitu mengecam kebocoran anggaran ribuan triliun per tahun, eh kok sekarang malah dipuji? Bahkan sebenarnya kalau dicermati, kecamannya terhadap kebocoran anggaran tersebut sebenarnya juga berarti mengecam cawapresnya sendiri, Hatta Rajasa, yang menjabat menteri koordinator perekonomian selama 5 tahun terakhir ini. Selain menunjukkan ketidakkonsistenan Prabowo, menurut saya berita ini juga berpotensi membuat masyarakat makin mempertanyakan komitmen Prabowo: apa benar ia akan mengubah Indonesia? jangan-jangan ia hanya akan mengulangi saja buruknya pemerintahan SBY. Yah, tapi selama ini memang perkataan Prabowo banyak yang tidak konsisten satu sama lain, baca saja di artikel saya ini, yang sudah dibaca lebih dari 42 ribu kali ini (dan masih terus bertambah saat ini): http://politik.kompasiana.com/2014/06/12/pernyataan-pernyataan-prabowo-yang-membuat-saya-enggan-memilihnya-658085.html