Dalam upaya percepatan pembangunan Papua, sebuah diskusi nasional yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dari pusat dan daerah telah menghasilkan sejumlah rekomendasi penting untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan, inklusif, dan berpihak pada kepentingan masyarakat adat. Diskusi ini menghadirkan berbagai narasumber yang ahli di bidangnya, memberikan perspektif yang berbeda namun saling melengkapi. Pembahasan kali ini berfokus pada pemetaan partisipatif tanah adat, pemberdayaan perempuan, akselerasi pendidikan, peningkatan kapasitas fiskal, dan tata kelola kelembagaan. Berikut adalah pemaparan dari setiap pembicara dalam diskusi tersebut.
Pemetaan Partisipatif untuk Tanah Adat
Prof. Melkias Hetharia membuka diskusi dengan menekankan pentingnya pemetaan partisipatif tanah adat di Papua sebagai langkah awal yang vital dalam memberikan kepastian hukum kepada masyarakat adat. Pemetaan ini, menurutnya, perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dengan membentuk tim riset yang berfokus pada tanah adat. Hasil pemetaan ini nantinya akan diteruskan kepada bupati dan wali kota untuk diterbitkan dalam bentuk Surat Keputusan (SK) yang menetapkan wilayah adat secara resmi. SK ini, dalam pandangannya, akan menjadi dasar hukum yang kuat untuk Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam melakukan sertifikasi tanah adat, baik untuk tanah adat milik bersama maupun tanah ulayat.
"Sertifikasi tanah adat ini sangat penting, baik bagi masyarakat adat maupun pihak-pihak yang hendak berinvestasi di Papua. Dengan adanya sertifikasi tanah adat, masyarakat adat akan memiliki peluang untuk berpartisipasi dalam pembangunan wilayah mereka sendiri," ujar Prof. Hetharia.
Ia juga menambahkan bahwa sertifikasi tanah adat dapat menjadi landasan hukum untuk pengadaan lahan dalam program-program nasional, seperti program pangan nasional dan transmigrasi. Hal ini diyakini akan memberikan peluang yang lebih besar bagi masyarakat adat untuk terlibat langsung dalam pembangunan wilayah mereka.
Akselerasi SDM Papua melalui Beasiswa LPDP
Dr. Agus Sumule dalam sesi diskusi menyoroti tantangan besar dalam bidang pendidikan, khususnya terkait dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Papua. Beliau memaparkan fakta empiris dari wilayah Pasifik Selatan, di mana banyak anak muda lulusan SMA yang mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke luar negeri, terutama di jenjang S2 dan S3. Namun, ia merasa bahwa masih ada kekurangan dalam hal akses pendidikan untuk jenjang S1 di Papua.
"Perlu ada kebijakan yang memastikan beasiswa LPDP juga dapat diperuntukkan bagi jenjang S1 bagi masyarakat Papua. Gubernur Papua dapat berkoordinasi dengan Menteri Keuangan untuk merancang skema ini. Selain itu, perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Papua bisa turut berkontribusi dalam pendanaan beasiswa ini," jelas Agus Sumule.
Dalam pandangannya, memperkuat sistem pendidikan melalui beasiswa S1 akan memberikan peluang bagi anak-anak Papua untuk lebih siap dalam menghadapi tantangan global, sekaligus membantu mengurangi kesenjangan pendidikan antara Papua dan wilayah lainnya di Indonesia.
Pemberdayaan Perempuan dan Partisipasi Masyarakat Adat
Yuliana Numberi menegaskan bahwa pembangunan Papua harus bersifat inklusif dan melibatkan semua komponen masyarakat, termasuk perempuan dan masyarakat adat. Ia menyoroti pentingnya peran Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) dalam menjembatani hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Komitmen dari kepala daerah untuk menyediakan data Orang Asli Papua (OAP) juga dianggap krusial dalam mencapai tujuan pembangunan yang adil dan merata.