Omongan tetangga adalah salah satu fenomena hidup bertetangga. Tanpa omongan tetangga hidup ini terasa hambar, tidak ubahnya dengan makanan tanpa bumbu. Masakan terasa hambar, alias tidak nikmat. Karenanya, omongan tetangga mesti kita hadapi; mesti kita sikapi agar tidak menjadi persoalan yang menguras energi kita sendiri ataupun memperburuk relasi kita dengan tetangga.Â
Terhadap masalah omongan tetangga, saya cenderung memandangnya sebagai dua mata koin. Sebagaimana kita ketahui, dua mata koin meskipun berbeda gambar tetap merupakan satu- kesatuan yang bernilai. Begitu juga dengan omongan tetangga. Baik omongan itu bernada negatif maupun bernada positif, hendaknya kita terima itu sebagai proses untuk mendewasakan; proses untuk membuat diri kita semakin bijaksana dalam hidup bertetangga, atau dalam berelasi dengan orang lain pada umumnya.
Sikap Objektif
Hal pertama yang kita lakukan terhadap omongan tetangga adalah bersikap objektif. Kita bisa bertanya pada diri sendiri atau membicarakannya dalam keluarga, benar-tidaknya omongan tetangga tersebut. Di sinilah sikap keterbukaan dan kejujuran dibutuhkan. Dalam suasana persaudaraan anggota keluarga saling mengungkapkan kebenaran. Benarkah omongan tetangga tersebut? Jika benar, omongan itu menjadi cermin, menjadi umpan balik dalam memperbaiki sikap, kata-kata atau perbuatan anggota keluarga ke depan.
Sebaliknya, jika omongan itu kita tanggapi secara subjektif, dalam arti ditanggapi secara emosional, tentu menimbulkan persoalan. Tanpa meneliti benar-salahnya, kita langsung menanggapi. Kita pasti membela diri, mengekspresikan ketersinggungan dengan kata-kata kasar. Jelas ini akan memperburuk situasi. Persoalan akan menjadi panjang.Â
Mulailah dari Diri Sendiri
Setiap ada persoalan dengan orang lain, penyelesaiannya  yang bijaksana adalah memulainya dari diri sendiri. Secara objektif kita meneliti kelemahan-kelemahan kita. Bagaimana perilaku kita selama ini: bahasa kita, kata-kata kita, atau sikap badan kita yang menyinggung perasaan orang lain.Â
Terkait persoalan omongan tetangga, jika benar omongan itu, kita jadikan sebagai bahan untuk mengubah diri. Umumnya, omongan tetangga tidak jauh dari persoalan-persoalan ini: