Produksi gawai tak terbendung dalam era teknologi digital. Kehadiran gawai tak pernah luput dari pandangan anak. Di mana-mana terdapat toko atau gerai gawai. Di situ pulalah hasrat anak untuk memiliki dan bermain gawai tak terelakkan.
Sistem Pendidikan Kita
Sistem pembelajaran mengharuskan anak menggunakan gawai sebagai medianya. Ketika di sekolah, anak diharuskan untuk menggunakan gawai untuk mengunduh materi pembelajaran. Dengan gawai, anak belajar mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan membuat dan mengedit audio dan video. Belum lagi anak mengikuti even pertandingan atau perlombaan daring yang disponsori oleh institusi tertentu, seperti membuat animasi, desain grafis, dan video klip.
Mencontoh Orangtua
Karena pekerjaan, orangtua seringkali mengerjakan tugas-tugas kantor menggunakan gawai. Apalagi di saat bekerja dari rumah selama masa pandemi corona ini. Anak tentu menyaksikan perilaku orangtua ini.
Gawai sebagai kebutuhan rekreatif
Kita tidak mengingkari lagi bahwa gawai sebagai media rekreasi anak. Anak mengisi kekosongan waktu di rumah dengan bermain game pada gawai. Ia bisa melepaskan ketegangan setelah mengerjakan tugas di runah, atau melepaskan kebosanannya  setelah mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru selama belajar dari rumah.
Sampai kapan anak terus bermain gawai? Seperti hal kita bertanya, sampai kapan pecandu rokok berhenti merokok. Pemerintah maupun orangtua hanya bisa menghimbau. Berhasil tidaknya himbauan itu tergantung pada kesadaran si pencandu rokok.
Begitu hal dengan anak, si pecandu gawai. Beranikah kita menghilangkan sejumlah kondisi di atas?Â
Akhirnya, gawai pun bernasib sama dengan rokok.
Semoga bermanfaat!