Covid-19 yang melanda negara kita sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran dan evaluasi belajar. Sejak diberlakukannya Work From Home (WFO) dan Learning From Home (LFH), selanjutnya disebut LFH, gunjang-ganjing pembelajaran terpublikasi di media massa. Bermunculanlah opini-opini berupa koreksi, kritik, maupun kesan-kesan yang mewarnai dunia pendidikan di Tanah Air. Mengapa?
Pembelajaran daring, pembelajaran LFH membutuhkan rancangan yang matang dari para guru dengan mempertimbangkan (1) tingkat kesukaran tugas, (2) sarana dan prasarana pembelajaran siswa, seperti tempat tinggal, ketersediaan HP atau laptop, ketersediaan kuota internet, dan (3) aspek psikologis siswa. Maka, tidak mustahil, opini publik bahwa pembelajaran LFH kurang atau tidak efektif, menimbulkan kebosanan, di samping tidak semua siswa terlibat aktif dalam kegiatan ini patut dimaklumi.
Pelaksanaan Ujian Sekolah
Melalui Surat Edaran Mendikbud No. 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease, pemerintah membatalkan Ujian Nasional (UN). Namun, Ujian Sekolah (US) tetap dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan. Maka, US Â harus dilaksanakan si tengah-tengah permasalahan LFH.
Keberuntungan sudah berpihak pada SMA, karena US jenjang SMA sudah dilaksanakan di sekolah masing-masing, sebelum penetapan LFH, yaitu minggu pertama sampai minggu kedua Maret 2020.
Sebaliknya, US untuk jenjang SMK dilaksanakan dalam masa LFH, yaitu awal April, sebagaimana di Jakarta dimulai, tanggal 2 sampai dengan 8 April 2020, meliputi 10 mata pelajaran, yaitu A. kelompok muatan Nasional: Pendidikan Agama dan Nudi Pekerti, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggria, B. Kelompok Kompetensi Keahlian (C.3) yang meliputi Produk Kreatif dan Kewirausahaan ditambah 4 mata pelajaran lain yang sesuai dengan program keahlian masing-masing sekolah.
Menaksir Objektivitas Nilai
Kita tentu bisa membayangkan betapa repotnya sekolah dalam mempersiapkan hingga melaporkan nilai US. Sekolah harus mempersiapkan soal secara daring menggunakan aplikasi belajar, semisal google classroom. Setelah itu, untuk melibatkan semua siawa kelas XII dalam US, sekolah harus membuat google classroom khusus peserta US.
Melalui aplikasi ini, sekolah menginformasikan segala hal yang berhubungan dengan pelaksanaan US, mulai dari jadwal, tatatertib, sampai pada keharusan siswa untuk memiliki HP atau Laptop beaerta ketersediaan kuota internet.
Berbagai persoalan kemudian muncul selama pelaksanaan US. Guru harus bekerja ekstra untuk memonitor siswa. Sebelum mengerjakan soal, siswa harus mengisi daftar hadir. Guru harus menelepon siswa atau orangtua siswa jika siswa belum mengisi daftar hadir. Kebanyakan alasannya adalah masih tidur. Belum lagi menyangkut hal-hal teknis pengisian data diri dan memvalidasi soal jika sudah selesai dikerjakan.
Kita, khususnya para pendidik, tidak bisa menipu diri bahwa kecenderungan siswa tertentu yang mencontek atau bekerja sama ketika pembelajaran di kelas terbawa-bawa dalam mengerjakan soal US. Sekolah tidak dapat memonitor dan memastikan, apakah siswa mengerjakan soal-soal US sendirian. Pengerjaan soal secara daring dari rumah membuka peluang bagi siswa untuk bekerja sama, atau bertanya kepada anggota keluarga atau kerabatnya berada di sekitarnya.