Konvergensi untuk pencegahan stunting di Desa sangat penting untuk dilakukan karena, terdapat banyak anggaran dan program sektoral dari luar Desa yang “berkeliaran” di Desa, terkait pencegahan stunting. Sederhananya, konvergensi pencegahan stunting di Desa dimaksudkan untuk mengelola sumberdaya Desa maupun sumberdaya Pemerintah dan/atau sumberdaya Pemerintah Daerah. Hasil dari konvergensi anggaran dan program sektoral terkait pencegahan stunting akan menghasilkan sejumlah paket layanan, seperti: Layanan kesehatan ibu dan anak, integrasi konseling gizi, air bersih dan sanitasi, perlindungan sosial, serta layanan Pendidikan Anak Usia Dini.
Pengelompokan paket layanan terkait konvergensi pencegahan stunting ini, harus dilakukan dengan keterpaduan data, keterpaduan indikator pemantauan layanan, terintegrasi dalam sistem perencanaan pembangunan Desa, terintegrasi dalam sistem penganggaran di Desa. Sinergitas dan kerjasama antar pemangku kepentingan dalam pencegahan stunting secara terpadu adalah aspek yang harus menajadi prioritas. Langkah konvergensi pencegahan stunting di Desa harus dilaksanakan secara partisipatif, transparan dan akuntabel.
Selain melakukan konvergensi terkait pencegahan stunting, Pemerintah Desa diharuskan untuk menggunakan dana Desa dengan berfokus pada peningkatan pelayanan publik ditingkat Desa dalam rangka peningkatan gizi masyarakat serta pencegahan stunting. Hal ini sesuai dengan dengan amanat Pasal 6 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Permendes PDTT) Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018, Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019.
Konkritnya, untuk peningkatan gizi masyarakat serta pencegahan stunting pemerintah Desa harus memanfaatkan dana Desa untuk: penyediaan air bersih dan sanitasi; pemberian makanan tambahan dan bergizi untuk balita; pelatihan pemantauan perkembangan kesehatan ibu hamil atau ibu menyusui; bantuan posyandu untuk mendukung kegiatan pemeriksaan berkala kesehatan ibu hamil atau ibu menyusui; pengembangan apotik hidup Desa dan produk hotikultura untuk memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil atau ibu menyusui; pengembangan ketahanan pangan di Desa; dan kegiatan penanganan kualitas hidup lainnya yang sesuai dengan kewenangan Desa dan diputuskan dalam musyawarah Desa (Pasal 6 ayat (2) Permendes PDTT No. 16 Tahun 2018).
Laki-laki dan Pencegahan Stunting
Dalam pencegahan stunting di level Desa, keterlibatan laki-laki adalah poin yang tidak boleh diabaikan. Selama ini, pencegahan stunting di Desa seakan-akan hanya menjadi tanggungjawab kaum perempuan terutama para kader posyandu yang semuanya adalah perempuan. Untuk itu, harus ada komitmen dari Kepala Desa, anggota BPD dan masyarakat dalam rangka pelibatan laki-laki untuk pencegahan stunting.
Saat ini pelibatan laki-laki dalam pencegahan stunting di Desa, bisa diawali dengan keterlibatannya dalam menDesain Rumah Stunting Desa. Rumah Sunting Desa harus dipahami sebagai sekretariat bersama dalam konvergensi pencegahan stunting di Desa. Rumah Stunting Desa ini diharapkan dapat berfungsi sebagai Community Center dan Literasi Kesehatan Masyarakat.
Sebagai Community Center, Rumah Stunting Desa dapat dijadikan sebagai ruang publik (arena-arena komunikasi politis warganegara) bagi masyarakat Desa untuk beraktivitas dalam urusan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa di bidang kesehatan masyarakat Desa. Rumah Stunting Desa bisa juga dijadikan sebagai ruang publik bagi masyarakat Desa untuk mengkonsolidasikan kepentingan tentang urusan kesehatan masyarakat yang akan dikelola dengan sumberdaya milik Desa dan/atau sumberdaya milik masyarakat Desa. Sebagai ruang publik, Rumah Stunting Desa harus menjadi alat untuk memperkuat daya tawar masyarakat Desa dalam mengambilan keputusan pembangunan Desa untuk urusan kesehatan masyarakat, terutama terkait dengan stunting.
Rumah Stunting Desa dapat juga difungsikan sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan warga Desa (perempuan dan laki-laki) dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis informasi tentang kesehatan masyarakat khususnya stunting. Manfaat dari literasi kesehatan masyarakat adalah warga Desa akan bertindak rasional dalam mengelola urusan kesehatan (termasuk stunting) di Desa secara mandiri.
Dengan difungsikannya Rumah Stunting Desa sebagai sarana literasi kesehatan masyarakat dan stunting, maka warga Desa akan mampu memahami dan menganalisis beragam informasi tentang kesehatan masyarakat dan stunting, sehingga dalam konteks penyelenggaraan pembangunan Desa, mereka mampu berpartisipasi secara aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan Desa, khususnya pelayanan kesehatan masyarakat yang dikelola dengan sumberdaya Desa.
Pada akhirnya, harus di yakini oleh semua pihak yang sudah maupun akan terlibat dalam gerakan melawan stunting adalah masa depan suatu bangsa dapat diukur melalui perkembangan anak-anak sebagai generasi penerus. Jika anak-anak terlahir sehat, tumbuh dengan baik, dan didukung oleh pendidikan yang berkualitas, maka mereka akan menjadi generasi yang menunjang kesuksesan pembangunan bangsa. Karenanya, membangun manusia Indonesia sejak dari dalam kandungan adalah investasi untuk menghadapi masa depan, sekaligus melapangkan jalan menuju Indonesia sejahtera.