Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Wisanggeni, Kelahiran yang Tak Dikehendaki, dan Jokowi

25 Januari 2016   17:20 Diperbarui: 25 Januari 2016   19:07 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Cerita pewayangan Wisanggeni memang khas Indonesia. Anak dari Arjuna dan Dresanala. Hadiah bagi Arjuna yang telah membantu membebaskan kahyangan yang porakporanda oleh bangsa raksasa. Biasa, hadiah bagi pelaku yang berjasa dalam pewayangan adalah pernikahan. persoalan muncul ketika ada hati pemuda lain yang jauh merasa diri lebih berhak, karena keturunan dewa, dan sejak belia telah naksir kepada sang Dresnala.

Arjuna yang mendapatkan hadiah juga tidak merasa bersalah, ketika harus terusir dari kahyangan sebagaimana keinginan Bethara Guru yang disampaikan oleh Bethara Brahma sang mertua. Ia tinggalkan tempat tinggalnya, istri, dan calon anaknya.

Durga sang ibu dari Dewasrani sebagai sosok haus kuasa dan ibu yang mendukung apapun keinginan anak menghasilkan ide untuk mengusir keluar kahyangan dengan dalih bahwa Arjuna hanya manusia sehingga tidak layak ada di sana.

Intrik dan kolaborasi kekuasaan dan asmara membuat bayi Wisanggeni harus terpisah dari kasih ibu bapaknya.  Begitu lahir ia langsung dibuang ke hutan. Sejatinya untuk dibunuh, namun karena orang suruhan itu tidak tega, dibuang begitu saja dengan harapan akan mati sendiri. Ternyata tidak demikian adanya. Bayi ini menjadi anak dalam waktu yang singkat dan menarik kesaktian dari siapa saja yang hendak mencelakainya.

Anak ini menjadi pribadi sakti mandraguna dalam waktu yang singkat. Ilmu dari mana saja yang merasuk dalam dirinya.

Jokowi Sang  Wisanggeni.

Pemerintahan yang tidak diinginkan. Beberapa pihak yang merasa kecewa dan menyesal telah terjadi demikian:

·         PDI-P

Tidak heran justru lebih galak dan keras daripada oposisi sesungguhnya. Lahir istilah petugas partai, kritik bahkan menjurus hujatan yang sangat keras, soal BBM, menteri atau kabinet, kebijakan-kebijakan yang merugikan pengusungnya. Merasa memberikan jabatan padahal, presiden itu pilihan rakyat secara langsung. Mereka lupa bahwa suara mereka besar karena sosok Jokowi bukan sebaliknya. Dan itu penting disadari kalau tidak ingin semakin merosot  sebagaimana ditunjukkan dalam pilkadasung kemarin. Apa yang perlu dilakukan adalah menertibkan barisan sakit hati dari dalam partai pengusung, sehingga rival tidak mengail di air keruh.

·         Mafia, kolaborasi penguasa dan pengusaha

Beberapa penguasa, baik parpol ataupun eksekutif yang biasa berjaya tentu menyesal lahir pemerintahan ini. Mereka merasa terusik dengan perilaku yang berbeda dari masa sebelum-sebelumnya. Termasuk di sini adalah para bandar narkoba. Petral salah satu yang telah tumbang karena perilaku mereka selama ini. Puncak dari kolaborasi mereka yang terungkap melalui heboh papa minta saham. Meskipun belum sepenuhnya usai, paling tidak telah tiarap dan tidak lagi merajalela sebagaimana beberapa saat lalu. Satu demi satu persoalan yang membelit mulai terurai dan perlu waktu untuk menyelesaikannya. Begitu banyak masalah yang susah karena adanya keterlibatan penguasa itu sendiri dan sekian waktu telah menikmati enaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun