Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Toleransi Keteladanan atau Cukup dengan Pendidikan Semata?

15 Agustus 2014   15:44 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:29 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Wacana pelaksanaan sekolah toleransi di 500 sekolah, ini sebuah olok-olok atau serius? Toleransi bukan semata didikan di sekolah namun jauh lebih mendesak adalah sikap keteladanan. Keteladanan oleh semua pihak terutama oleh negara sebagai pengayom seluruh warga negara termasuk siswa-siswi yang akan dijadikan kelinci percobaan. Bagaimana mau dibina di sekolah ketika pejabat, produk hukum, wacana-wacana pejabat negeri jauh dari toleransi dan intoleran semakin besar. Contoh nyata sebagai berikut:

1.Peristiwa terbaru, Agama Baha’i Menteri Agama telah menyatakan dengan sah sebagai agama tersendiri hanya ada beberapa hal yang tidak bisa difasilitasi negara, namun sah sebagai agama mandiri karena memang tidak masuk ke dalam salah satu agama di Indonesia. Namun menteri dalam negeri menyatakan hal yang lain, dan memaksakan agama baru ini harus masuk dalam keenam agama yang ada yaitu Islam. Kalau berkaitan dengan kolom dalam administrasi negara mengapa tidak ada kolom lain-lain, jawaban menteri yang sangat asal-asalan dan provokatif, karena nanti akan terjadi konflik ketika umat Baha’i mengadakan ritual ternyata berbeda dengan agama Islam akan dinyatakan menistakan agama. Intoleran oleh pejabat setingkat menteri.

2.Peristiwa perusakan, penyegelan, sulitnya mendirikan tempat ibadat bagi kelompok tertentu, bahkan sampai ke tingkat internasional pun, presiden seolah melempar tanggung jawab, hal ini sudah lampau dan sampai saat ini masih ada.

3.Beberapa kelompok yang memaknai pluralisme dengan paham yang salah, bukan semata salah paham namun pahamnya salah, dan itu adalah syarat mendasar untuk toleransi. Kelompok ini justru memiliki angin segar dengan adanya pernyataan untuk dibina dan diajak kerja sama, bukan dievaluasi dan dibubarkan karena banyaknya tindakan kekerasan dan perusakan sepihak.

4.Produk hukum, produk politik, dan pemikiran-pemikiran pejabat negara yang makin jauh Bhineka Tunggal Ika secara langsung  makin jauh dari toleransi.

5.Isu-isu agama lebih mempan dipakai untuk menjatuhkan lawan politik dan dalam kampanye-kampanye. Berkali-kali agama dipakai dan itu bagi kelompok tertentu ternyata sangat berdaya guna.

6.Toleransi memang bukan semata agama, namun agama menjadi tolok ukur paling jelas dan pasti, dan itu masih jauh dari harapan.

7.Masih banyak contoh dan bukti bahwa intoleransi itu jauh lebih kuat dibandingkan toleransi paling tidak untuk beberapa waktu terakhir. Semua itu adalah keteladanan untuk membina intoleransi bukan toleransi, yang ingin dijejalkan melalui sekolah toleransi.

8.Lebih sering orang mencari perbedaan dan memaksakan toleransi, namun sama sekali tidak mengetahui pengetahuan pihak lain, alangkah lebih indah ketika peserta didik mengerti agama siswa lain dengan baik sehingga toleransi akan timbul dengan sendirinya.  Konteks pembicaraan siswa karena berkaitan dengan wacana sekolah toleransi di atas. Peribahasa tak kenal tak sayang benar-benar nyata dalam hal toleransi juga. Semua berkutat miliknya sendiri, memang harus diyakini bahwa agamaku, milikku yang terbaik, namun tidak menutup mata bahwa ada juga kebaikan di agama, milik orang lain. Toleransi perlu keteladanan dan tindak nyata.

Salam Damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun