Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

TKI, Ada yang Terlupa dari Media

12 November 2014   15:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:00 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hiruk pikuk keadaan TKI, baik sebelum berangkat, ataupun sedang bekerja, ataupun setelah berkarya banyak dikupas, menjadi media kampanye dan bahan kajian berbagai pemberitaan. Sebelum berangkat, biasanya berkaitan dengan kemampuan dan ketrampilan pada calon tenaga kerja yang bersangkutan. Penampungan yang tidak layak, usia calon pahlawan devisa yang masih kanak-kanak, atau penyelundupan dan ada kecelakaan di laut, dan pemberitaan berlomba-lomba menguliknya bahkan orang menangis pun diwawancara.

Kontrak kerja, pekerja tersebut sedang bekerja, yaitu di mana dalam kurun waktu mereka meneken kontrak untuk menjalankan masa kerja mereka. Banyak sekali persoalan yang terjadi. Kecelakaan kerja, penganiayaan tenaga kerja, pelecehan seksual, atau pun wan prestasi dari pihak pekerja ataupun majikan, bahkan tidak jarang negara penerima yang kurang bersahabat.

Post kerja, banyak kejadian indah, meningkatkan taraf hidup, rumah menjadi megah, kampung semarak karena kemegahan rumah warganya.  Pendidikan anak yang terjamin dan tidak sedikit yang menjadi sarjana dan pendidikan tinggi lainnya.

Tidak jarang keadaan tragis terjadi, pulang dalam peti, membawa anak, atau ada di dalam penjara. Stres dan penuh luka tanpa membawa uang, atas belas kasihan rekan-rekan dan saudara yang berbaik hati bisa pulang ke tanah air.

Penanganan hukuman mati yang menimpa TKI kita patut mendapat apresiasi baik. Semua lini menjalankan peran dengan positif, pemerintah melalui kementerian luar negeri ataupun kementerian tenaga kerja, LSM, dan semua saja yang bekerja untuk memberikan pendampingan dan upaya penyelamatan warga negara kita. Masyarakatpun tergerak dengan saweran yang pernah terjadi.

Penderita luka dan trauma mendapatkan pendampingan dan pemberitaan yang bahkan kadang berlebihan, sering mengganggu keluarga yang sedang berduka, meskipun maksudnya baik, namun caranya kurang bijaksana. Liputan sebagai bagian dari perhatian lebih dari ada. Pemerintah dengan jajarannya tentu telah memberikan perhatian yang cukup.

Terlupa

Tidak sedikit para tenaga itu yang menderita trauma karena pelecehan seksual, baik itu perkosaan yang tidak menghasilkan kehamilan, ataupun membuahkan anak. Selama ini, belum ada pemberitaan ini. Asumsi saya, tidak ada pemberitaan bisa dianggap tidak ada perhatian. Mengapa lahir asumsi demikian? Karena sering pemberitaan media membuat phak lain bergerak untuk ikut terlibat dan itu membantu menyelesaikan permasalahan.

Trauma berkepanjangan berkaitan dengan perkosaan bukan masalah kecil. Apalagi kalau kejadian tersebut menjadikan hamil. Melahirkan dan membesarkan anak yang belum tentu mudah diterima tenaga kerja yang bersangkutan dan juga keluarga besarnya. Perjalanan panjang yang harus dilakukan di dalam kerahasiaan yang tidak mungkin tidak pasti akan terungkap, sepanjang sembilan bulan lebih sedikit, wajah bayi yang tidak berdosa namun pasti menunjukkan kedosaan pria yang membuat dosa itu sepanjang hayat bagi ibu yang kurang beruntung ini.

Berbagai pilihan yang bisa diambil ibu tersebut, aborsi, melanjutkan kehidupan dengan anak yang tidak berdosa itu, yang bisa berdamai namun tidak sedikit yang penuh kebencian. Setelah lahir bisa diserahkan ke panti asuhan atau dibesarkan sendiri, atau bisa juga diberikan kepada orang yang kurang beruntung tidak memiliki keturunan.

Pendampingan perlu diberikan dengan intensif berkaitan dengan keadaan ini, sehingga tidak terjadi aborsi terhadap bayi yang tidak berdosa tersebut. Atau membunuh ketika bayi itu lahir, banyak kejadian yang berkaitan dengan hal ini, pecahnya keluarga karena bapak tidak terima bahwa istrinya membawa buah hati yang bukan keturunannya.

Gelar pahlawan devisa yang mentereng belum sebanding dengan perlakuan yang diterima oleh TKI, terlebih yang mengalami kejadian yang tidak diinginkan. Perbaikan demi perbaikan perlu dilakuka agar makin menjami keadaan TKI di manapun mereka berada.

Salam Damai.....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun