Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tanya untuk Teuku Kemal Fasya, Anomali Demokrasi Jokowi

3 Mei 2015   21:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:25 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kompas cetak dan Kompas.com menyajikan sebuah artikel mumpuni dari seorang tokoh masyarakat mengenai pemerintahan Jokowi hingga hari ini. Beliau baik menggambarkan mengenai perjalanan dan harapan beliau akan sosok Pak Jokowi, dari walikota hingga menjadi presiden. Perbandinga musim dengan politik pun piawai beliau nyatakan. Secara garis besar beliau merasa kecewa dengan apa yang tersaji hingga hari ini, dibandingkan ketika Pak Jokowi jadi walikota dan gubernur. Secara lengkap, artikel tersebut bisa diakses di: http://nasional.kompas.com/read/2015/05/03/17081281/Anomali.Demokrasi.Jokowi

Saya bukan siapa-siapa, dan jauh kalau dibandingkan dengan Bapak Teuku Kemal ini, artikel tersebut di Kompas.com telah dibaca 13.141, dilike­ fb sejumlah 394, ditweet sebanyak 59 saat waktu menunjukkan pukul 21:15, tidak terhitung jumlah pembaca versi cetak dan kalau tidak salah sudah banyak diambil pula oleh media on line lainnya. Sangat tidak sebanding sekiranya saya mau menyoroti artikel ini.

Saya bukan pula hendak membela Pak Jokowi bagi yang tidak suka akan dinilai Jokower, namun saya hendak bertanya dalam beberapa hal berikut:

1.Beliau menyatakan Pak Jokowi jauh dibandingkan ketika beliau menjadi walikota ataupun gubernur. Saya tidak tahu apa dan siapa itu Pavlov. Yang jelas beliau menilai Pak Jokowi saat menjadi walikota saat beliau telah menjadi presiden. Apa yang dihadapi Pak Jokowi saat menertibkan pedagang kaki lima, sebagaimana beliau nyatakan sebagai kesuksesan Pak walikota. Pak Slamet menghadang dengan bambu runcing, Kompas juga memberitakan. Atau saat menjadi gubernur sukses mengatasi persoalan waduk, namun ingatkah ketika Pak Beye dan Bu Beye mengatakan di mana Pak Jokowi kog jalanan macet semua protes ke presiden atau Bu Riana ke mana kog banjir saya yang dimarahi.

2.Beliau menyatakan bagaimana sekarang ini sulit sekali mencari figur Soekarno dan Gus Dur. Kembali pengamatan masa kini untuk masa lampau, apakah kita lupa akan sejarah, almarhum  Pak Karno  berkali-kali jatuh bangun dengan multi partai, sistem pemerintahan yang berganti-ganti, dan jauh lebih tragis apakah kita lupa bahwa hingga 1998, nama beliau tidak ada yang “berani menyebut”, bahkan puterinya sendiri juga tiarap dan tidak mampu berbuat? Tidak berbeda dengan almarhum Gus Dur pun tidak jauh berbeda. Tentu masih ingat beliau juga turun tanpa rasa hormat, selain hasrat mengganti kekuasaan.

3.Sekarang ketika perjalanan baru saja tujuh bulan belum genap telah dihantui dengan berbagai kekhawatiran dan kecemasan. Ini baru tujuh bulan, berbeda ketika itu ialah tujuh tahun dan malah semakin kacau keadaan ini.

4.Masalah hukuman mati, memangnya ini sepenuhnya hasil pemerintahan sekarang ini saja? Proses panjang bahkan hingga 10-14 tahun, berarti ada sekian presiden yang telah menanganinya. Saya sebagai penganut Katolik, sangat tidak setuju dengan hukuman mati, namun bisa mengerti pilihan presiden dan pemerintah untuk melindungi warganya dari bahaya yang begitu mengerikan, bahwa ada yang salah itu masih proses.

5.Kesempatan dan waktu yang akan menjawab apa yang telah kita pilih bersama minimal oleh pemilih Pak Jokowi-Pak JK, itu apakah benar dan apakah salah. Penilaian bahwa Pak Karno dan Gus Dur itu piawi dan hebat toh setelah beliau purna dan meninggal. Menilai Pak Jokowi sebagai walikota dan gubernur, mengapa tidak memberikan waktu. Perlu diingat hingga hari ini pemerintah masih perlu melakukan komunikasi yang tidak mudah, apalagi jajaran kabinet sangat-sangat baru, perlu waktu untuk belajar dan melakukan dengan lebih baik.

Apakah kita hanya akan menjadi bangsa yang menggerutu dan melihat masa lampau, dan memberikan apresiasi ketika sudah tiada? Kesempatan dan waktu tentu akan memberi jawaban. Siapa yang akan mendukung pemerintahan sendiri ketika rakyatnya hanya menuntut dan menuntut tanpa memberikan dukungan. Kritik dan saran tentu wajib hukumnya demi kemajuan dan agar tidak menjadi otoriter dan sewenang-wenang.

Saya bukan siapa-siapa namun hendak melihat dengan kacamata rakyat yang memiliki kacamata berbeda tentunya dengan para cerdik pandai. Namun tidak ada perubahan yang tidak memerlukan waktu.

Salam Damai

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun