Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Suka Haji Lulung, “Sukwan” Suka-Suka yang Kurang Beruntung, Ini Cara Kalahkan Ahok

16 Mei 2016   10:10 Diperbarui: 16 Mei 2016   10:19 2288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Suka Haji Lulung, “Sukwan” Suka-Suka yang Kurang Beruntung, ini Cara Kalahkan Ahok

Relawan untuk DKI-1 banyak bermunculan, usai adanya TA, Teman Ahok. Keberadaannya yang cukup membantu usaha Ahok untuk maju lagi, mendapatkan respons yang sangat kuat, dan itu ternyata banyak membantu. Ada yang berjanji terjun dari Monas, ada yang berkomentar hingga berlebihan karena menyatakan adanya deparpolisasi, dan berbagai wacana untuk menambah segel untuk dukungan. Ide, komentar, itu makin menguatkan kinerja TA.

Tidak heran kemudian muncul banyak model senada, ada Sahabat Jarot, untuk mendukung Pak Wagub untuk mencalonkan diri dan naik kelas, belum terdengar dan nampak kiprahnya. Ada pula Suka Haji Lulung, setali tiga uang dengan Sahabat Djarot yang belum terdengar. Malah jauh lebih parah karena yang menjadi dukungannya malah dari hari ke hari semakin menampilkan citra maaf, lugu, “bodoh”, dan ngelawak, daripada meningkatkan citra pimpinan jempolan.

Terbaru, kunjungan yang hanya menerima sikap dingin dan apatis, malah Kompas. Com melaporkan ibu-ibu yang menjawab, oh itu yang sering rame dengan Ahok? Ketua RT yang dikunjungi malah mengharapkan Ahok tetap saja menjabat agar apa yang sudah direncanakan bisa terealisasi. Apa yang bisa dibaca? Bahwa kelompok Suka Haji Lulung tidak bekerja cerdas, kedatangannya harusnya sudah disetting dengan berbagai cara agar meriah, misalnya dengan mengadakan konser musik, atau apa yang bisa menarik dulu. Suka atau tidak suka, sosok Haji Lulung yang menyatakan diri sebagai Betawi asli tetap belum menarik dan menjadi magnet utama bagi rakyat. Berbeda ngantri karena adanya amplop tentu saja. Pengenalan yang menegasi keberadaan tokoh yang diusung, berarti gagalnya mesin komunikasi mereka.

Pernyataannya siap dicalonkan, memperlihatkan kelemahan diri, ini yang harus dipoles, jangan kerja capek-capek di lapangan dan malah dimentahkan oleh ide dan cara berkomunikasi yang buruk dari tokoh sentral yang dibela. Tragis bukan? Tidak sebanding dengan kerja keras kalau dimentahkan sikap ngeperduluan, oleh si tokoh.

Bersikukuh asal bukan Ahok, mau dicalonkan dengan siapa saja asal bukan Ahok. Perlu kejernihan berpikir dan berkomunikasi, bahwa orang bisa malah mendengar Ahoknya, bukan fokus pada asal bukan yang menjadi input pemikiran orang. Pak Lulung ini malah setiap apapun yang diucapkan mengandung Ahok, lha dia ini mau promosi diri sendiri atau Ahok? Jangan heran, kalau datang malah yang diinginkan dan diingat adalah Ahok.

Survei yang ada tidak dipercaya, maka akan mengadakan survey sendiri. Apakah bukan bukti ketika telah tidak dianggap di sebuah perhelatan yang ia buat? Ini bukti sahih bahwa ia memang belum cukup mampu untuk sekedar bersaing, menggoyahkan saja tidak.

Apa yang bisa dilakukan adalah, mengemas Suka Haji Lulung ini bukan hanya relawan suka-suka yang tidak ada gunanya. Tidak perlu ngoyo mengejar DKI-1-2 untuk saat ini. berbeda untuk periode depan, banyak waktu untuk meningkatkan banyak hal, kemampuan kognisi, komunikasi yang lebih cerdas, elegan, dan bijak. Ganti fokus jual diri dengan cemerlang tanpa perlu membawa-bawa pihak lain. Gagal fokus atau malah tidak tahu fokus apa yang selama ini dilakukan.

Cerdas dan bijaksana sebagai wakil ketua dewan dengan ide-ide luar biasa untuk masyarakat. Mana ide  yang menarik,sama sekali tidak ada, malah kontroversi murahan, soal tunggangan bodong, USB dan UPS, menekan KPK dan Ahok yang diulang-ulang terus. Apakah dewan tidak bisa memberikan kontribusi cerdas? BISA, hanya memang orangnya saja yang tidak punya ide cerdas.

Membawa P3 di Jakarta yang lebih merakyat, membantu rakyat bukan karena berhadapan dengan Ahok dan pemerintah. Coba menata Tanah Abang menjadi manusiawi, tidak menjadi pusat macet, pusat copet, pasti akan mengantar menjadi gubernur tanpa susah payah. Kelola Tanah Abang menjadi pusat kunjungan, tanpa macet, tidak ada gejolak, lha malah sebaliknya, membuat Tanah Abang sebagai pusat kisruh. Bangga sebagai anak asli Tanah Abang, ya berdayakan di sana itu menjadi pusat perdagangan modern, tidak ada preman berkeliaran soal iuran keamanan, parkir, dan bank yang merupakan topeng rentenir. Apa tidak bisa? Pasti bisa lah. Hanya kemauan yang kuat untuk mengubah perilaku dan kehendak baik saja. Satu saja Tanah Abang ini berubah, Ahok pasti kalah, tidak perlu  susah payah ke mana-mana, membela di mana-mana malah membela yang salah. Apakah akan berkurang uang yang masuk? Ya jelas, tapi jangan lupa tabungan ke hidup kekal jauh lebih banyak.

Kendaraan ada, kekuasaan ada, materi ada, mau apa lagi. Pilihan, selama ini memilih membuat orang takut, tergantung, dan selalu keuntungan finansial, coba saja bentuk citra baru, membuat kawasan yang menjadi pusat kesulitan menjadi pusat kebaikan. Jangan takut Ahok yang dapat apresiasi dan prestasi, dunia ini telah berubah dan terbuka, semua dikenali dari prestasi dan bukan kontroversi. Belajar cerdas dan berkelas untuk mengalahkan orang lain, bukan malah menjelek-jelekan rival. Apakah mau?

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun