Michael Schumacher merupakan pembalap fenomenal. Juara demi juara, prestasi demi prestasi, rekor demi rekor ditorehkan, apalagi saat bersama kuda jingkrak, seolah tidak ada yang mampu mengalahkannya. Pendapat dan dukungan para penggemar selalu mengelu-elukannya. Namun banyak pula kritikan yang menyatakan bahwa gaya membalapnya membahayakan rekan atau rivalnya di sirkuit.
Lebih sepuluh tahun yang lalu Megawati “murka” kepada SBY, bahkan hingga hari masih tersisa percik-percik kejengkelan itu. Mengapa bisa terjadi? Persoalan itu mencuat karena SBY yang saat itu sebagai menteri kabinet Megawati mundur dan mencalonkan diri sebagai kompetitor sang presiden.
Argumen yang sering didengungkan ialah Mega marah karena SBY menyatakan tidak mencalonkan diri, namun tiba-tiba mendirikan partai dan mencalonkan diri, dan menang pula. Pembantu yang mengambil alih peran menjadi pemimpin.
Sby dari Amerika, hari ini menyatakan kekecewaannya karena kadernya yang ada di fraksi demokrat lari dan meninggalkan glanggang. Rumor yang beredar, bukan demikian instruksi sang Ketua Umum bagi mereka. Kalau demikian siapa yang berani menyalibnya dari tikungan ini? Ketika ketua harian menyarankan tetap bertahan, namun fraksi berkata lain.
SBY mengalami apa yang dilakukan kepada Megawati. Rancangan menjadi presiden yang turun/berganti/suksesi dengan penuh kedamaian dan dikenang sebagai tokoh reformis, demokratis, turun dengan bagus, diujungnya terjungkal akan tingkah anak buahnya sendiri. Rencananya yang sudah dirancang dengan baik ternyata gagal.
Beberapa kerikil yang menjadikannya tidak mulus ketika turun ialah, saat mendagri mengajukan RUU tersebut, tentunya telah atas restu dan persetujuannya sebagai pemimpin kabinet, atau perilakunya kepada Mega, berlaku juga sejak pengajuan RUU ini? Tentu beliau tahu karena nyatanya tidak menyatakan menarik, namun malah berbicara di media sosial. Tentu mendagri merasa seolah dijadikan kelinci percobaan untuk menakar di mana posisi Demokrat dan SBY di mata rakyat, benar atau salah, keterpihakan nanti dulu.
Demokrat menyatakan W.O. dan hasilnya sudah banyak diperbincangkan. Apa yang beliau tunjukkan ialah akan mengajukan gugatan ke MA atau MK, dan belum diputuskan karena mana yang paling tepat. Sebenarnya mudah saja, RUU kan ditandantangani oleh DPR dan Presiden. Sudah kepalang tanggung, SBY sekalian saja tidak usah tandatangan, atau menanti 10 hari dengan berbagai alasan untuk tidak bertanda tangan dan persoalan selesai, tatanegara bodoh-bodohan kan juga selama ini sudah berlaku.
Akan mengejar dan menghukum berat siapa yang berinisiatif untuk menyatakan mundur, sehingga bisa seperti ini hasilnya. Bapak SBY merasakan apa yang dirasakan Ibu Mega sepuluh tahun yang lalu kalau demikian.
Salam Damai.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H