Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sanusi Status Ganda, Bukti Ahok Beli KPK?

12 Juli 2016   06:47 Diperbarui: 12 Juli 2016   07:08 2497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sanusi Status Ganda, Bukti Ahok Beli KPK?

M. Sanusi menyandang  gelar satu lagi tersangka. Usai kemarin lalu soal suap raperda, kini gelar barunya mengenai pencucian uang. Menarik adalah, salah satu orang santun ini malah memiliki status tersangka tidak hanya cukup satu, malah ganda.

Hukuman maling berdasi harusnya jauh lebih cepat dan tidak berbelit. Bagaimana licinnya mereka melebihi belut bisa leluasa menghilangkan barang bukti dan uang mereka. Bisa belajar dengan kasus vaksin palsu yang dengan cepat “memiskinkan” mereka dengan menyita banyak aset yang dimiliki. Memang bisa dimengerti kasus maling berdasi itu dengan perencanaan matang, melibatkan banyak orang, dan tentu dibuat secara samar, tidak jarang hukum telah dibuat untuk melindungi posisi maling ini. Berbeda dengan kasus “memiskinkan” dalam pelaku vaksin palsu. Mereka tentu tidak seribet para maling berdasi dalam menyimpan uangnya.

Kisah M Sanusi ini tentu jauh lebih sulit dan pelik karena menyembunyikan uang dengan berbagai cara, bercampur dengan uang sendiri yang sah, kemudian ada pula kerjasama dengan pemodal lain yang bisa saja tahu namun dapat  pula tidak mengerti asal-usul uangnya dari mana.  Pencarian yang dibuat pelik ini memang disengaja sejak awal, agar aman ketika telah dicokok KPK begini.

Pencucian uang bisa diatasi dengan pembuktian terbalik. Sikap para maling ini berlindung dengan hukum yang memang hasil dari para maling di gedung dewan. Mereka sama sekali tidak mau tahu mengenai asal-usul harta mereka, yang penting banyak, kaya, bisa bermewah-mewah, soal asal, mana duli. Masalahnya sekarang, apa mereka mau membuat UU yang bisa menjerat leher mereka sendiri?

Malu menjadi maling. Salah satu terapi kaget yang bisa dilakukan adalah KPK membuat formulasi untuk mempermalukan mereka. Soal HAM, hamburger enak, bukan soal melanggar HAM namun bagaimana menghentikan maling ini dengan efek jera yang cepat. Sanksi sosial juga sama sekali belum ada. Orde baru lalu mencoba dengan menayangkan di media, toh jauh lebih sakti maling sekarang, malah cengengesan,berkaor-kaor sebagai korban, merasa ada konspirasi, dan sejenisnya.

Sikap sesal saja tidak ada, hanya satu dua yang mengakui dan menyesal, yang lainnya sama sekali tidak merasa bersalah apalagi berdosa. Ini tentu menjadi persoalan lain lagi bagaimana membuat mereka itu tahu bahwa yang mereka lakukan salah dan bahkan jauh lebih jahat dari pada maling ayam. Mereka rakus, mengurangi jatah rakyat, dan tidak merasa. Maling ayam itu sudah hanya kecil, kadang buat makan, kalau tidak menyesal hukumannya ditambah, belum lagi kalau dihajar massa sampai patah tulang.

Rompi ternyata sudah tidak mempan membuat mereka malu, apa perlu seperti film India diseret di mobil polisi atau bak terbuka dan dipamerkan di Bundaran HI? Ini juga lagi-lagi soal mental yang telah mati. Perlu kerja keras untuk membuat mereka sadar apalagi jera, entah kapan. Bukti tidak sadar banyak kog yang maling itu masih saja berulang.

Hukuman mati mendesak untuk kasus khusus. Besaran uang yang dimaling, pos dana yang dimaling, misalnya uang dana sosial, dana pembangunan sehingga bangunannya membayakan orang, tidak menyadari kesalahannya dengan berbagai cara, misalnya mengakui uangnya sendiri, uang bisnis, dan sebagainya, perlu dihukum mati agar ada efek jera. Korea Selatan dan Tiongkok nyatanya bisa, kalau ada komentar HAM, beri formula yang terbaik, tepat guna, dan efektif bisa dilakukan, baru itu solusi, bukan hanya berkoar tanpa ada solusi lebih baik.

Pemiskinan perlu menjadi prioritas. Ini satu bagian dengan pembuktian terbalik, jika tidak mau memberikan riwayat dari mana uangnya, atau pejabat kog mengaku pengusaha, langsung saja sita sebagai barang bukti dulu, nanti baru dikembalikan. Kadang tegas dan terkesan kejam diperlukan, melihat model maling di sini yang selalu saja ribut kalau mau diambil hartanya, pas mengambil kekayaan negara diam saja. Hakim juga sangat berperan, hanya beberapa hakim yang bisa diharapkan.

 Asas praduga bersalah bisa dipakai untuk barang bukti, asal bukan soal orangnya. Sering asas praduga tak bersalah menjadi tameng para maling. Praduga bersalah bisa dibuat sepanjang para maling tidak mau bekerjasama dan malah melindungi bala-balanya. Lewat sebentar saja aset negara lewat. Hal ini perlu menjadi pertimbangan KPK yang pasti tidak akan didukung banyak pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun