Peringatan hari Kesaktian Pancasila (yang masih bisa diperdebatkan benar tidak waktu itu ada kejadian yang benar-benar ingin mengubah Pancasila, atau kepentingan sesorang untuk mendompleng keadaan). Hal itu bolehlah kita biarkan dan sejarah akan membuktikan.
Namum kekinian Pancasila sudah ternodai, bagaimana keberadaannya digunakan untuk menindas rakyat. Bagaimana Pancasila Dasar Negara yang memiliki semangat kebebasan, kerakyatan, pluralis, dan beradab, di dalam kemanusiaan, serta keadilan, yang berdasar Ketuhanan.
Semua itu hampir sirna.
Bhineka Tunggal Ika yang dicengkeram erat dikakikaki kokoh Pancasila, pelan-pelan hendak dibuka, kuku tajam itu sedang dipotong pelan-pelan agar melepaskan cengkeramannya, dan Bhineka Tunggal Ika itu hilang dari sana. Keberagaman dinafikan, dikhianati, dan hendak diseragamkan. Bukti ketika perbedaan dianggap musuh, mengelorakan minoritas dan mayoritas, kelompok yang kecil tidak boleh menjadi pejabat, suku yang berbeda di-bully, diintimidasi dan coba disingkirkan.
Ketuhanan Yang Maha Esa. Telah pudar dan dipudarkan, disamarkan, dan hendak digusur dengan berbagai cara. Penghormatan kehidupan beragama dan beribadat yang semakin rendah. Toleransi yang bukan dibangun, malah dihancurkan. Pembangunan rumah ibadat yang makin sulit bagi pemeluk sebagian kecil anak bangsa. Intimidasi perbedaan dan sikap yang intoleran, pembatasan jabatan-jabatan publik berdasar agama bukan kemampuan. Ini juga mengkhianati sila pertama. Semua ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, memangnya kalau Kristen, Katolik, China bukan ciptaan Yang Esa?
Kemanusiaan digantikan oleh kepentingan. Saat kampanye beramai-ramai ingat orang-orang kecil, lemah, tersingkir, namun saat-saat tidak ada kepentingan? Ingat saja tidak. Mana orang-orang yang hilang sejal tahun ’65 diingat, diperjuangkan nasibnya, bahkan yang tahun ’98, sama saja, Munir almarhum, dan akan bertambah kalau keadaan seperti ini dibiarkan. Lapindo apa khabarnya? Mereka semua manusia Indonesia juga.
Persatuan yang terkoyak. Luka menganga setiap saat yang tidak diselesaikan. Kecenderungan federal dan liberal makin mengemuka.
Kerakyatan yang tarik ulur karena kepentingan. Politisi busuk yang mengemuka, baru ada di Indonesia, kalah malah berbagi-bagi jatah. Aneh bin Ajaib. Saluran-saluran mengeluarkan pendapat yang akan lebih parah dibandingkan orba, karena kepentinga penguasa, sekarang bergeser menjadi kepentingan sekelompok oknum arogan yang memiliki sedikit kemampuan, arogan memutus akses rakyat untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat.
Keadilan sosial. Sama sekali keadilan makin menjauh dan hampir sirna. Uang, kekuasaan, banyaknya pendukung dan teman yang bisa dibeli itulah arti keadilan saat ini. Bagi seluruh rakyat Indonesia yang mana ketika sesama anak negeri bisa dihilangkan dan dilupakan?
Harapan dan ungkapan syukur masih bolehlah kita dengungkan, masih banyak orang baik, masih ada yang kompeten, gigih berjuang, dan penuh dinamika untuk maju di dalam Pancasila.
Salam Damai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H