Menolak faham-faham negatif yang diimpor, terutama sekularisme, pluralisme,
liberalisme, kapitalisme, dan komunisme.
Kalimat di atas adalah pesan dari sebuah kelompok kepada salah satu calon presiden. Saya menekankan kembali, tulisan saya bukan berpretensi kepada capres tertentu, dan agama tertentu. Saya mengajak untuk melihat dengan kritis dan jernih pernyataan tersebut. Hal-hal di atas, selain yang saya bolt, masih bisa diterima akal sehat, kalau pluralisme diharamkan? Wajar tidak? Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan Plu.ra.lis. plu.ra.lis.me n keadaan masyarakat yg majemuk (bersangkutan dng sistem sosial dan politiknya).
Berarti tidak mungkin manusia hidup di bumi ini sejenis. Kodrat saja sudah hendak disangkal, berarti mempertanyakan kehendak Tuhan dalam penciptaan. Bayangkan saja paling mudah, di sekitar kita, minimal sudah ada dua laki-laki dan perempuan, bapak dan ibu, itu kodrat yang tidak bisa disangkal, atau memahami dengan versi lain? Mana ada tunjukkan di dunia ini yang hanya satu jenis.
Pluralisme adalah kodrat, pilihan dan kehendak Tuhan untuk menciptakan manusia dengan berbagai-bagai macam dan jenis. Jenis kelamin, jenis suku, jenis bangsa, jenis bahasa. Orang Jawa yang hidup satu pulau saja kalau ketemu, antara orang Yogja dengan Sunda yang belum tersentuh kemajuan bahasa Indonesia tidak akan bisa berkomunikasi, lha ini, pluralime hendak dilarang.
Manusia pada hakikatnya akan hidup membutuhkan orang lain. Tarzan saja legendanya hidup dilindungi dan dinaungi hewan yang dianggap induknya. Manusia yang hendak mengasingkan diri dengan manusia lainnya apakah masih manusia? Kembali lagi pengingkaran terhadap kodrat. Kodrat yang hakiki pemberian Tuhan disangkal? Siapa manusia itu? Ciptaan yang hendak menyangkal Pencipta?
Marilah budayakan belajar dan belajar, terutama terbuka terhadap pengetahuan dan paham lain sehingga tidak seperti katak dalam tempurung, yang merasa sudah menyundul langit, padahal tempurung di atas kepalanya. Diskusi berujung pentung, diberitahu pedang melayang, bukan budaya manusia modern namun manusia terbelakang.
Saya tidak menghakimi siapapun dan mohon maaf kalau ada yang tersinggung dan itu memanhg yang saya kehendaki sehingga ada pemikiran baru. Namun bukan hujat, pentung, apalagi pedang, namun diskusi ilmiah yang bisa memberi pembelajaran bersama. Salam pluralisme.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H