Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada Jakarta, Doa, dan Buahnya

12 Februari 2017   14:09 Diperbarui: 12 Februari 2017   14:29 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Doa merupakan sebentuk komunikasi manusia dan Penciptanya. Artinya, apapun keinginannya, apapun maksudnya, dengan berdoa tentu lebih menyenangkan, menenangkan, dan meyakinkan. Tidak heran jika pilkada termasuk juga pilpres dibarengi dengan aktivitas berdoa. Paling banyak menggunakan doa apapun istilahnya, apapun agamanya, atau apapun motivasinya adalah pilkada Jakarta. Tanggal 15 esok itu bukan hanya DKI yang punya gawe, bahkan tetangga dekatnya Banten juga, namun hiruk pikuk, keriuhan, keramaian, seolah hanya Jakarta. Doa pun berseri khusus untuk DKI.

Doa dan buahnya.

Doa akan membawa manusia pada kedekatan relasional dengan Sang Pencipta, apapun namanya, apapun sebutannya, apapun agamanya, apapun ujudnya, dan siapapun yang mendoakan. Ada yang menyebutnya soeh, saleh, atau dalam bahasa Latin disebut pia-us-um,saleh, soleh, dan sehakikat dengan itu pokoknya. Kesalehan sepanjang saya pelajari, hayati, dan hidupi akan terlihat pada dua aspek lebih memuliakan Tuhan dan dekat secara relasional, dan kedua, dekat, akrab, dan semakin memanusiakan manusia lain. aspek ilahi dan manusiawi akan semakin kuat dan berkualitas. Berkaitan dengan keilahian yang tidak tampak bisa dilihat dari tutur kata, perbuatan, dan sikapnya di dala  hidup sehari-hari. Relasional dan penghargaan kepada kemanusiaan juga terbaca dari tutur kata, pilihan perbuatan, dan sikapnya dalam hidup bersama.

Buah yang pertama,makin beriman, ini beda dengan agama lho, almarhum Rm Mangun Wijaya dan Gus Dur memiliki visi yang sama soal ini. Almarhum Gus Dur mengatakan seiman dengan Rm Mangun namun beda agama, dan menyebut seorang tokoh kuat pada era lampau seagama namun tidak seiman. Iman mengatasi agama dan di atas agama. Kedekatan relasional dengan Sang Pencipta dan sesama yang makin mendalam bukan hanya sebatas retorika, wacana, dan perkumpulan, namun sudah menyentuh ranah hati, rasa, dan persaudaraan sejati.

Kedua,sikap bertanggung jawab. Apapun agamanya, orang tentu memiliki tanggung jawab dan konsekuensi logis atas pilihannya. Tanggung jawab bisa dalam kerja, hidup bersama, atau perbuatan dan perkataan yang dinyatakan. Pribadi yang bertanggung jawab tidak akan ngeles,berdalih, atau malah mencari kambing hitam atau menyalahkan pihak lain. memikul tanggung jawab dengan penuh kesadaran dan timbul penyesalan di akhirnya jika memang ia telah bersalah.

Ketiga,lebih memilih bersama, damai, kebersamaan, kesatuan, memperjuangkan persamaan dari pada sebaliknya. Ketika orang mengaku beriman dan beragama namun penuh dengan kebencian, separasi di dalam hidup bersama, lebih mudah menuding keluar daripada ke dalam, patut dipertanyakan kadar iman dan agamanya apakah benar mendalam atau sekadar klaim sendiri? Damai itu juga bisa terlihat dari tutur katanya yang tenang, tidak diwarnai emosional, tuduhan, dan mencari-cari borok orang.

Keempat,bisa dipercaya. Bagaimana seorang beriman dan hidup doanya mendalam tentu akan bisa dipercaya. Mana ada orang yang mengaku pendoa namun berbicara asal saja, tidak pernah dipertimbangkan, mencla-mencle,mendukung yang bayar bukan karena benar, atau mendua dengan mengatakan sebaliknya meskipun bertolak belakang sebagai bagian hidupnya.

Kelima,pasrah, ini bukan berarti tidak berusaha kemudian memaksa Tuhan Allah Pencipta untuk bekerja dan malah ongkang-ongkang, itu bukan pasrah, tap ngawur. Pasrah berarti hasil akhir ada pada hak prerogatif Tuhan Allah, dan manusia berjuang dan berusaha semaksimal mungkin. Berbeda tentunya, bagi orang yang beriman dan berdoa tentu akan paham hal ini.

Keenam,sikap bertobat, bertobat bukan semata menyesal, namun ada balik arah kepada kebaikan, jika kemarin suka menghujat menjadi suka mengampuni dan mendoakan. Hukuman badan hukum positif seperti kurungan sel saja belum mencukupi namanya tobat. Ada perubahan radikal menjadi lebih baik bukan lebih buruk lho. Mengatakan pendoa namun masih saja melakukan kejahatan dari balik sel, padahal pas disidang mengaku menyesal, artinya belum sampai pertobatan.

Ketujuh,pendoa bukan pencari muka. Artinya bahwa doa itu bersifat privat, pribadi bersama Sang Pencipta saja. Jika di luar dan media sosial, maaf apakah itu bukan sebentuk pamer dan  tentu tidak demikian esensi berdoa? Benar dan sepakat tidak ada yang salah dengan doa, namun soal pantas, patut, dan etislah yang menjadi batasannya.

Kedelapan,rendah hati. Bagaimana pendoa itu terlihat dari sikap yang rendah hati. Rendah hati itu mampu mengelola emosinya dengan baik. Tidak meledak-ledak dalam amarah, membalas dengan lebih keras jika tersentuh, namun sebaliknya. Lebih banyak mendengarkan dan merenungkan daripada mengatakan dan menyatakan ini itu yang sering tidak bermanfaat dan bisa berpotensi membuat gaduh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun