Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Pangeran dari Kura-Kura Hijau Menunggu Panggilan

8 Januari 2016   12:18 Diperbarui: 8 Januari 2016   12:18 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Sang Manusia berkepala sepuluh telah terkulai di pojokan, tinggal menunggu waktu. Segala daya upaya pun telah diusahakan dan ditempuh, dan naga-naganya sangat sulit untuk berkelit. Usaha terbaru ia mengganti orang-orang yang berpotensi tidak mendukungnya dengan orang-orang loyalisnya. Hal ini ternyata menggorok lehernya sendiri dan kepala yang tinggal dua biji itu mau tidak mau sisa satu.

Kondisi mendesak dan terdesak ini juga ternyata menimpa Sang Pangeran. Sang Pangeran ini memenangi pemilu di wilayah wayang dengan suara luar biasa. Entah bagaimana caranya kalau prestasi, pastilah bukan wong sama sekali belum pernah terdengar apa yang menjadi buah pikirannya yang ia simpan rapat-rapat. Pangeran ini sama sekali belum pernah mengeluarkan ide cemerlangnya. Bisa dimaklumi, khawatir disabot oleh seniornya, kan dia masih yunior. Meskipun jabatan mentereng, ketua kelompok wakil wayang, pernah juga jadi orang nomor dua di partai wayang yang saat itu berkuasa. Pokoknya mentereng jabatannya, soal kinerja dan buah pikirnya nanti dulu.

Dia anak nomor dua sejatinya, punya abang yang jadi senopati, sama-sama muda, keren, kelihatannya lebih cerdas sedikit, namun malah diklaim Pangeran, dialah sebagai putera mahkota, makanya pernah mengikrarkan diri sebagai Putera Nomor Satu di dunia wayang. Pangeran ini murah senyum, kalau ditanya senyum, entah senyum karena tidak ngeh dengan pertanyaan para abdi dalem atau tidak tahu harus jawab apa.

Hari-hari ini Pangeran dari kerajaan sebelah, namun bernaung di gedung Kura-Kura Hijau, sedikit gerah karena banyaknya tuduhan dan arah angin soal ia terlibat, bahkan memegang peran penting karena konon Pangeran yang membagi-bagikan uang proyek dunia wayang yang memang tidak terbatas. Bagaimana terbatas sedangkan kayu ditanam saja menghasilkan buah. Batu dipegang pun jadi buah yang enak. Dunia wayang ini kaya raya, hampir semua yang dibutuhkan ada, bahkan berlimpah.

Salah satu orang kepercayaan Pangeran sedang menjadi saksi di muka sidang para wayang. Orang kepercayaan ini menjadi saksi atas perilaku jahat wayang yang dulu memegang dana dan kas kelompok mereka. Nah bagaimana tidak sebagai orang kuat dan mengklaim putera mahkota mosok dia tidak tahu sama sekali aliran uang dan dana yang ada.

Bisa saja semua orang membelanya, Pangeran ini pekerja keras, tulus, tidak mungkin aneh-aneh dan sebagainya. Hembusan angin makin lama makin santer. Dulu pertama kali orang yang mengungkap keterlibatannya adalah tangan kanannya sendiri. Ia anak cerdas namun bukan pangeran yang hendak mengajak bersaing secara sehat dengan Pangeran, gampang saja dunia wayang kalau mau menyingkirkan anak yang tidak dikehendaki. Anak dari bangsa kebanyakkan meskipun memiliki kemampuan jangan harap bisa masuk ke keraton dan mendapatkan jatah kursi empuk itu. Waktu itu banyak orang yang berpikir wah itu sih orang yang sakit hati dan hanya cari-cari tiji-tibeh, tiba siji tibakabeh, membawa kejatuhan bersama, bukan hanya sendirian. Wajar kalau desau angin itu tidak didengar baik oleh jaksa, hakim, apalagi pengacara, termasuk wayang yang bertugas untuk menghapuskan perilaku korup dari para wayang yang sudah sangat menggurita.

Hari demi hari Pangeran makin sering terdengar santer dan semakin banyak yang menyebutnya ikut membagi-bagikan uang. Bukan hanya satu, namun beberapa. Lihat sudah beberapa lho.

Pengikut setia Pangeran membela dan mengatakan sebaliknya, sangat tidak mungkin dan ini itu. Semua basi. Lebih baik Pangeran datang ke pengadilan dan menyebutkan memiliki tanah sekian hektar, uang sekian laksa, usahanya apa, benar tidak usahanya itu memang berjalan. Jangan-jangan usahanya abal-abal namun kaya, kan membuat rakyat jelata iri dan merasa boleh juga melakukan sama dengan Pangeran.

Enaknya jadi Pangeran, lulusan luar negeri entah lulus entah tidak, kerja absen saja di antar oleh kawula, sama sekali belum pernah bicara memperjuangkan kawula, sekali bicara saja salah dan kelihatan minder. Mana bisa kawula biasa menjadi Pangeran kalau pengin seperti dia, kedudukan, kehormatan, keenakannya. Karir tidak perlu bersusah payah berusaha enekan naik terus meskipun kemampuan entah ada entah tidak. Kalau kena kasus tinggal perintahkan kawulanya untuk mengakui dan tidak akan pernah menyentuh Pangeran sama sekali.

Akankah Pangeran juga tersungkur sebagaimana Prabu tetangga yang berkepala sepuluh? Layak ditunggu tanggal mainnya.

 

Salam Damai

 

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun