“Mayat Hidup” dalam Diri Anies
Baca esensi ya jangan emosi, kalau mau nyinyir buat saja artikel jangan membuat lapak rekan kotor. Artikel ini terinspirasi dari Denmark yang bisa juara piala Eropa padahal dia hanya tim pengganti karena ada salah satu negara yang pecah karena kisruh politik kala itu. Siapa menyangka Denmark yang tidak lolos ke putaran final malah mencapai gelar juara.
Anies “Si Mayat Hidup” Politik
Secara politik Anies sudah bisa dikatakan habis untuk menjadi kandidat di 2019, tidak semoncer kala 2014, di mana bisa menjadi salah satu peserta konvensi yang bisa bersaing lah, meski tidak jelas ke mana akhirnya. Di 2014, Anies termasuk jawara dalam banyak hal, bahkan Jokowi pun masih bisa ia imbangi. Lumayanlah, paling tidak kepopulerannya masih kuat dan tinggi, ditambahi, politik santun, ganteng, akademisi yang masih kritis dan lurus.
Ketidakjelasan di Demokrat tidak menghilangkan kemonceran Anies kala berpindah lapak ke kelompok Jokowi-JK dan memang memenangkan persaingan politik, yang mengantarnya menjadi salah satu menteri di Kabinet Kerja. Idenya tidak menyurutkan kepopulerannya malah salah satu gerakannya yang bisa dinilai baik dengan memuliakan gurudan mengantar anak di hari pertama sekolah.Bolehlah idenya dan masih membuatnya berjalan pada jalur yang baik termasuk secara politik.
Berubah ketika ada perombakan kabinet dan Anies menjadi salah satu menteri yang diganti. Alasan hanya presiden yang tahu pasti, namun rumor dan analisis baik yang asal-asalan ataupun yang berdasar telah membuat semuanya berubah. Namanya seolah tenggelam oleh hiruk pikuk pilkada DKI. Apalagi kemudian banyak rumor soal kesalahan menghitung dana sertifikasi, keuangan untuk pameran yang tidak patut, atau kurang loyal kepada pimpinan, itu semua menjadikan namanya makin tenggelam.
Menit mulai menjelang akhir, Gerindra datang dengan Sandi sebagai wakil dan meminang Anies sebagai calon gubernur. Banyak yang tercengang, apalagi dulu Anies termasuk yang paling lantang meneriaki Prabowo dan timnya. Tidak heran jika banyak yang pesimis melihat duet ini.
Dinamika pilkada dan politik yang sangat panas di Jakarta ternyata memunculkan sosok Anies yang berbeda. Sosok sebaliknya, tidak jarang orang mengatakan inilah sosok Anies yang sebenarnya, waktu yang bisa menjawab mana yang benar dari Anies yang dulu di 2014 atau yang kini sedang tampil. Satu yang pasti, bisa mengeliminasi Agus-Silvy yang jauh lebih diunggulkan di putaran pertama.
Putaran kedua, jelas memberikan fakta jika Anies sudah hidup lagi, bukan lagi “mayat” atau masa lalu politik yang bisa membawa diri ke kancah elit di 2019. Satu hal saja yang harus dikerjakan untuk bisa dilakukan dan menjadi jalan mulus ke karpet merah bernama 2019, kerja dengan baik di Jakarta, kurangi perseteruan yang tidak penting di masa pemerintahannya, bukan tidak mungkin akan dipinang oleh parpol malas kerja keras.
Potensi itu hampir menjadi aktual, kala bisa menjaga ritme antara kepentingan. Bagaimana mau menjadi RI-1 atau 2, tinggal kelincahan memainkan peran. Ada RI-2 di Gerindra, dengan risiko akan digembosi banyak pihak intern Gerindra yang menilai dia bukan kader. Hal ini bisa juga berimbas ke kinerjanya di DKI. Kalau calon RI-1 di partai ini sangat kecil peluangnya.
Parpol malas menggerakkan roda organisasi mencari kepopuleran sesaat banyak, ada PKB, P3, PKS, PAN, tentu mereka tidak akan segan-segan merangkul dengan erat jika kinerja Anies dua tahun ke depan sangat bagus. Mereka sekarang paling juga sudah mulai mengendus, ada akan empuk ini. partai yang tidak pernah memikirkan soal keder atau bukan yang penting menang masih sangat kuat.