Â
Kesaktian Pancasila saat ini bisa dilihat dalam dua sudut pandang, apakah masih relevan atau bagaimana kita hendak melihatnya.
Pertama, berkaitan dengan G-30 S
Pertanyaan yang baik ketika berkaitan dengan gerakan 30 S itu masih perlu dipertanyakan lagi, karena dokumen rahasia CIA setelah 30 Â tahun yang boleh dibuka untuk umum, memberikan gambaran yang jauh lebih berwarna. Polemik mengenai perubahan dasar negara masih perlu juga dilihat dengan lebih baik dan menyeluruh.
Kesaktian Pancasila yang dirayakan 1 Oktober sesaat setelah 30 September merupakan hal baru yang perlu dikaji ulang, meskipun untuk hari-hari atau tahun-tahun ini masih belum saatnya. Kedewasaan dalam melihat kasus tersebut sangat penting sehingga tidak menimbulkan polemik baru yang tidak membawa perubahan kepada kebaikan.
Propaganda rezim lalu soal komunisme ternyata membawa trauma mendalam bagi siapapun, termasuk yang sama sekali tidak tahu menahu, namun menyaksikan film wajib yang diputar dan wajib tonton, selama pak Harto ada di puncak kekuasaan. Sikap saling curiga, dan mengatakan apa itu komunis saja sudah bisa menjadi perdebatan luar biasa sengit.
Alat atau sarana pemersatu bangsa
Jelas sangat relevan. Tidak ada sesakti Pancasila sebagai pemersatu bangsa yang Bhineka Tunggal Ika ini. Bagaimana kita masih sering terkoyak oleh agama, oleh suku, oleh bahasa, oleh ras, dan golongan yang memang dilahirkan dalam keberagaman. Kesaktian Pancasila hingga hari ini memang patut mendapat apresiasi.Â
Kelompok yang banyak  dan besar melindungi dan bersaudara dengan yang sedikit, kecil dan bukan saling meniadakan dan memusuhi. Segala cara dipakai orang yang tidak suka dan senag dengan keadaan ini, namun kita patut bersyukur tetap bisa bertahan dan kembali bersatu dalam semangat rekonsiliasi karena adanya Pancasila. Berkali ulang ada gerakan untuk menggantinya dengan komunis atau agama atau sektarian kedaerahan, semua terpatahkan.
Kesaktian Pancasila Makna Baru
Pemaknaan Kesaktian Pancasila secara baru sehingga tidak akan ada lagi perselisihan seperti beberapa saat lalu, antaretnis Madura Dayak, kasus Tolikara dan identik di Aceh, penggunaan kampanye hitam dengan agama ataupun ras seorang calon pimpinan, perselisihan karena perbedaan sikap dalam beribadat, ritual tidak mengalahkan esensial, dan bangga sebagai bagian NKRI.Â