Masa Lalu Pahit: Melupakan, Berdamai, Dendam atau Menganggap Tidak Ada?
Maraknya kekerasan seksualitas hari-hari ini sangat memprihatinkan. Anak-anak hingga kakek-kakek jadi pelaku. Gadis-gadis korban ada yang dibunuh, namun tidak sedikit yang hidup penuh dengan traumatis yang amat masih sering malah “dihukum” lagi dengan pembicaraan yang seolah tertuduhnya adalah mereka yang seperti dipersalahkan karena dianggap menggoda. Soal menggoda bisa saja demikian, namun yang pasti adalah ada di otak si pria yang memang akan menggoda. Hentikan pengaburan inti masalah ke soal pornografi, minuman keras, dan pakaian perempuan, itu bukan yang utama, bahwa itu memicu iya, namun masalah utama adalah pada si pria yang tidak bisa mengendalikan diri dan mengikuti nafsu binatang. Hukuman apapun bentuknya sah-sah saja diperberat itu menjadi penting agar ada efek jera. Bagaimana korban?
Sikap pembelaan pada para pelaku dengan pembenaran dari berbagai pihak dengan mencari kambing hitam, menambha beban pada para korban. Belum lagi media yang alpa akan nilai etis, dengan memaksakan wawancara demi wawancara, memberikan tekanan tambahan. Salah satu yang utama adalah pendampingan terus menerus dari orang tua, sahabat, guru, dan keluarga. Apa yang bisa dilakukan?
Masa Lalu Pahit
Kekerasan seksual hanya salah satu pemicu adanya masa lalu yang pahit. Apa yang perlu dilakukan agar bisa berdamai dengan keadaan itu? Memaafkan, mengampuni, dan melangkah dengan pasti. Fakta yang terjadi memang sangat pahit, pedih, dan menyakitkan, namun itu telah terjadi. nasi telah menjadi bubur. Apakah itu mudah? Jelas tidak. Sikap menerima keadaan menjadi penting, kemudian bisa memaafkan diri sendiri apalagi kalau sampai pelaku itu luar biasa. Ini namanya berdamai dengan masa lalu yang pahit.Hidup bisa menjadi lebih mudah dan ringan, tanpa akan merasa malu dan tertekan dengan keadaan demikian. pendampingan oleh psikolog, guru spiritual atau pembimbing rohani dan keagamaan sangat penting. Akibat yang ditimbulkan adalah menjaid pribadi dewasa, pemaaf, pengampun, dan bisa menjadi pendamping bagi korban yang lain.
Melupakan,bukan solusi terbaik, karena kalau melupakan itu ketika ada pemicu yang identik akan memunculkan reaksi yang jauh lebih mengerikan. Bisa lebih sadis, menyakiti diri sendiri, dan merasa kejadian itu terulang. Dengan demikian, ini bukan menyelesaikan, namun hanya menutup dan menunda waktu kapan meledak kembali. Perlu bijaksana, bahwa untuk tahap awal boleh dan masih bisa dimaklumi. Apa tanda orang yang hanya melupakan?Kalau ada kejadian yang serupa ia marah atau bereaksi secara berlebihan. Ini tanda yang sangat jelas bahwa belum berdamai masih pada taraf melupakan.
Ada pula pilihan dengan cara menganggap itu tidak ada. Ini persoalan baru yang ditanamkan, karena fakta itu ada kog, kejadian itu dialami, bisa juga jadi mimpi yang berulang. Cara penyelesaian yang sangat buruk. Pada fase paling awal mungkin bisa dipakai, namun tidak boleh terus terusan digunakan karena hanya menyimpan bara di dalam sekam. Akui dan ajak korban untuk bisa melihat fakta itu. Ini sangat fatal kalau berlarut-larut menilai bahwa tidak ada persoalan. Luka itu harus dibasuh, dibersihkan, dan disembuhkan. Kalau merasa tidak ada yang sakit, padahal jelas-jelas sakit, bisa menjadi persoalan. Bisa saja si korban “baik-baik” saja, namun lingkungan akan merasakan ada yang tidak “baik-baik” saja. Akibat keluar yang biasa terjadi adalah, sikap keras berlebihan, reaktif dengan kasus-kasus yang mirip, pendendam yang tidak jelas alasannya, dan banyak lagi. Menutup-nutupi kejadian akhirnya akan sama dengan melupakan, yang perlu penyaluran yang semestinya.
Paling fatal kalau dianggap tidak ada masalah, dilupakan, dan akhirnya timbul akibat menjadi pendendam. Mencari pelampiasan dan pembalasan dendam. Lihat banyak kasus kekerasan seksual itu akhirnya menjadi pelaku yang sama (terutama pelaku kekerasan seksual sejenis dan anak-anak). Ini menjadi persoalan serius karena sering tidak ditangani dengan baik, diselesaikan secara menyeluruh dan mendasar, dan kadang malah dikucilkan, dilecehkan, dan dipersalahkan dengan berbagai-bagai cara.
Kekerasan seksual hanya salah satu contoh kasus pengalaman pahit di masa lalu. Masih banyak soal pahit di masa lalu, seperti soal kemiskinan, kekerasan dalam rumah tangga, bullying,intimidasi, dan sebagainya. Kemiskinan bisa berakibat akan marak menjadi maling baik berdasi ataupun maling kelas teri. Tidak mau lagi miskin akhirnya membenarkan berbagai cara agar tidak miskin, namun caranya merugikan pihak lain. Tidak heran orang menjadi maruk, rakus, dan serakah karena ia dendam akan kemiskinan. Padahal bisa dengan cara lain, jika telah mengubah hidupnya dengan membantu yang menderita agar bisa berdaya. Berbeda bukan sikap yang diambil?
Kejadian itu faktual yang tidak bisa disangkal, berdamai bukan masalah mudah, namun bukan berarti tidak bisa, memilih balas dendam sama juga menebarkan kejahatan demi kejahatan dan kekerasan demi kekerasan. Sikap positif dan dukungan dari sekitar sangat membantu dan meringankan beban para korban.
Salam