Dunia pendidikan kembali menerima cobaan, saat salah satu buku Lembar Kerja Siswa menyajikan salah satu sikap kekerasan. Sikap yang diambil oleh pejabat yang terkait menurut saya kurang tepat ketika menyatakan sebagai kekhilafan dan tidak perlu adanya sanksi.
Kekhilafan bisa diampuni dan dimaafkan saya sepakat, namun ketika itu ada di dunia pendidikan dan berkaitan dengan kekerasan, bukan lagi kekhilafan. Perlu adanya penyelidikan menyeluruh terhadap tim penyusun apakah memang mereka itu khilaf atau memang memiliki paham radikal. Mengapa hal ini penting? Karena masuk pada pembelajaran anak-anak sekolah usia yang belum masak dalam berpikir secara kritis dan menyeluruh. Kedua, masalah agama dan anak biasanya akan memegang apa yang dikatakan guru agama lebih benar dibandingkan guru lain, maka kehati-hatian perlu lebih dikedepankan.
Di tengah negara sedang genting dengan isu ISIS dan kerja keras Densus 88, malah ada media pembelajaran yang bisa dikatakan setuju dengan apa yang hendak diperangi negara dan Densus 88. Masih banyak tema dan pembicaraan lain yang bisa diajarkan dan ditanyakan berkaitan dengan hal tersebut.
Hati-hati pula karena banyaknya ajaran yang sepertinya bagi sekelompok kecil dianggap benar sedangkan secara umum dan universal adalah tidak tepat, seperti menghormat bendera tidak boleh, padahal kedudukan bendera tidak sama dengan Tuhan. Hal tersebut sudah pula banyak diterapkan. Persoalan kecil di LKS merupakan awal terjadinya penyimpangan yang lebih besar seperti ini.
LKS,
Kegunaan LKS menurut hemat saya pribadi sangat minim. Alasannya, pertama, banyak penulisnya yang masih kurang pas dalam membahasakan dengan bahasa anak. Kedua, LKS banyak menjadi ajang mencari tambahan uang kesejahteraan dari oknum guru, penerbit, dan penjual  (maaf bukan mendeskreditkan), rantai panjang penjualan sering membebani orang tua. Ketiga, guru-guru yang malas dalam membuat soal untuk ujian baik harian ataupun semester mengandalkan soal dari LKS. Keempat, banyak penulis yang bukan guru, jadi kurang mengerti mengenai kualitas soal. Kelima, menjadi sarana guru yang tidak mempersiapkan mengajar, siswa diminta mengerjakan soal-soal LKS.
Terlepas dari catatan kekurangan yang saya lihat tersebut, memang LKS yang benar-benar dipersiapkan dengan baik dan dikerjakan siswa dengan tekun membantu siswa belajar dan memahami pelajaran dengan lebih baik.
Lembaga Pendidikan bukan sebagai obyek mencari keuntungan semisal LKS tersebut, karena penjualan buku paket sudah dihentikan. Sekolah bukan pula agen kekerasan yang sudah begitu banyak ditawarkan, baik media massa cetak ataupun elektronik, kalau masuk melalui buku dan LKS, sama juga langsung ke jantung sekolah, anak ada dalam bahaya.
Salam Damai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H