BNN menangkap salah seorang sipir yang menjadi kurir narokoba antarlapas. Ironis di tengah gencarnya kecaman terhadap pemerintah oleh dunia internasional, malah ada bagian dari salah satu pionis penegakan hukum terlibat di dalamnya.
Sipir ini mengambil dari pedagang internasional untuk dibawa ke dalam lapasnya. Di mana di dalam ada salah satu bandar yang telah tertangkap pada tahun yang telah lewat. Hal ini hasil pengembangan atas kasus di lapas yang lain lagi.
Sabu seberat enam belas kilogram, dan pil sebanyak 700 butir bukan barang yang sedikit untuk bisa masuk ke dalam lapas tentunya, kalau tidak melalui orang dalam sendiri. Meskipun oknum sipir ini tetap saja menolak menjadi kaki tangan bandar narkoba internasional.
Pihak BNN menyatakan kapasitas lapas dan pengamanan yang sangat tidak seimbang sebagai biang kerok, dan akan diamini pihak lain dalam hal ini lapas dan pejabat yang sering menjawab dengan bahasa instan.
Mengapa selalu saja berulang?
Penerapan hukum yang lemah. Hal ini telah sekian lama memang lemah bahkan sangat lemah. Uji coba dua kali hukuman mati kiranya belum memberikan efek jera karena masih banyaknya “pembela” yang dianggap sebagai bentuk kegamangan pemerintah untuk tetap terus melaksanakan eksekusi hukuman mati yang telah sekian lama tertunda, bahkan makin menggila dalam menjadikan lapas bak pasar sekelas mall narkoba.
Saling melindungi karena memiliki kepentingan satu sama lain, dan ketangkap dinamai sebagai apes. Korban satu demi kebahagiaan banyak orang tidak masalah, mati satu tumbuh seribu, karena tawaran menggiurkan berkaitan dengan harga dan risiko yang dipandang kecil, ketika suap masih bisa menjadi panglima dalam peradilan. Siapa sekarang yang benar-benar bersih dari pengaruh narkoba, kepolisian, pemerintah daerah dari pusat hingga kelurahan/desa, kejaksaan, kehakiman, dan hampir semua lembaga. Jangan-jangan istana pun maksudnya staff bukan presiden juga telah “menikmati” barang setan ini.
Sifat serakah dan tamak. Berulang kali dinyatakan sebagai kecilnya gaji. Remunerasi telah meningkatkan kesejahteraan kementerian ini. Besarnya gaji bukan lagi alasan klasikk itu, sikap tamak dan penghargaan akan materi perlu diubah.
Apa yang perlu dibuat?
Pelaksanaan hukuman mati dengan segera, rutin, dan tidak pandang bulu. Selama ini pihak-pihak yang berkomentar muring juga tidak memberikan jalan keluar yang lebih jitu. Menulikan telingan sejenak untuk memberikan efek jera perlu dan mendesak kiranya.
Hukuman maksimal, atau kalau perlu diperberat bagi oknum-oknum sipir atau aparat penegak hukum seperti polisi, tentara, hakim, jaksa, termasuk pengacara yang main-main dengan narkoba. Kalau mereka sudah masuk dalam pusaran pasar ini siapa lagi yang bisa menjamin aman negara ini.
Program tahun 2015 bebas narkoba, seolah hanya ilusi saja kalau semester satu hampir terlampaui masih saja ada penangkapan demi penangkapan dalam jumlah yang besar dan pelaku internasional dan aparat berkolaborasi.
Masihkah akan ada pembela bandar narkoba yang mau dihukum mati kalau perulangan ini masih ada lagi? Kalau iya, namanya terlalu.
Salam Damai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H