Gegap gempita, demo dukung ataupun menolak, pro kontra mengenai pemilu kepala daerah tetap saja sama. Rakyat hanya dibutuhkan suaranya, dan setelah itu selesai, rakyat kembali dilupakan. Bedanya, rakyat “diingat” dua kali kalau pemilu langsung, saat pileg dan pilkada.
Rakyat terlupakan dan hanya digunakan untuk mendukung, setelah itu, kembali kepada elit partai politik dan kembali lagi, sama saja. Tidak ada bedanya untuk rakyat.
Pilkada langsung.
Rakyat seolah-olah memang diberi wewenang untuk memilih. Suara rakyat yang memiliki hak pilih dapat menentukan pilihannya secara langsung. Namun sejatinya tetap saja partai politik yang dalam hal ini adalah elit politik yang menentukan siapa yang hendak diajukan sebagai calon yang pada saatnya akan rakyat pilih secara langsung.
Pilkada tidak langsung
Rakyat sama sekali memang tidak memiliki suara, dengan atas nama demokrasi keterwakilan. Kembali parpol menjadi penguasa tunggal yang menentukan siapa yang hendak dicalonkan kepada DPRD. DPRD-nya juga ditentukan oleh parpol, siapa saja yang bisa mencalonkan diri menjadi anggota legeslatif.
Pileg
Awal dari semua adalah pileg. Pemilihan legeslatif menjadi sumber dari semuanya, baik langsung ataupun tidak langsung. Karena apa? Semuanya dihasilkan oleh legeslator, berupa undang-undang, peraturan yang dihasilkan oleh dewan. Dewan dihasilkan oleh pemilu legislatif.
Parpol
Parpol yang berwenang menentukan siapa saja yang akan menjadi calon anggota legeslatif untuk dipilih di dalam pemilu. Rakyat telah disediakan oleh menu yang diracik dan disajikan oleh parpol. Masakan enak dan tidak enak, asin, asam, pahit, lezat, dan membuat datang lagi karena ketagihan ada di parpol, dengan chef-nya adalah pengurus parpol.
Apapun yang rakyat pilih itu sudah hasil kerja dan ramuan parpol dan pengurus. Hasil baik ataupun buruk, semau ada di dapur parpol. Kalau parpol tersebut baik tentu akan menghasilkan calon yang luar biasa, dan sebaliknya, kalau di dalam itu penuh kepentingan transaksional, kolusi, nepotisme, ukurannya uang dan intrik demi kekuasaan tanpa moral maka akan dihasilkan pemimpin korup, maling, dan keburukan yang lain.
Apalagi, saat ini, parpol dikuasai oleh segelintir elit. Apakah negara ini hanya akan dikuasai oleh segelintir orang tersebut? Penduduk lebih dari 240 juta kepala, hanya ditentukan oleh segelintir elit tersebut? Dan kesehatan hati para elit tersebut masih perlu dipertanyakan. Luka hati para elit menyebabkan keadaan perpolitikan yang dipenuhi dinamika pribadi, ada yang jothakan, sindir-menyindir, berbeda dianggap musuh, dan sikap kekanak-kanakan yang lain.
Apa yang perlu saat ini?
Perbaikan sistem partai politik.
Persamaan ideologi yang hakiki sehingga bukan kepentingan transaksional sebagai kawan dan lawan. Kesamaan ideologi akan menyederhanakan multi partai yang membuat sandra menyandra kepentingan. Mahalnya pemilu karena banyaknya partai yang tidak bekerja, namun hanya mendompleng kepada keuangan bantuan negara, atau mencari dari proyek negara, atau “memeras” calon-calon yang hendak membutuhkan “jasa” parpol.
Membentuk mentalitas negarawan dibandingkan sikap politis. Negarawan akan mengatasi persoalan sektarian seperti partai, kelompok, daerah, namun demi kepentingan negara dan masyarakat. Negarawan tidak akan mengkhianati rakyat dan hanya menggunakan rakyat sebagai tunggangan semata. Sikap negarawan tidak akan memihak A dan esok hari B, seperti saat ini, kepentingan sesaat semata bukan pilihan negarawan.
Partai politik merupakan medan perjuangan bukan medan mencari kerja dan gaji. Pengabdian akan membuat anggota partai bekerja demi negara, bukan mencari uang dan pekerjaan. Istilahnya sudah selesai dengan dirinya, dan saatnya untuk negara.
Pendewasaan bersikap. Berbeda bukan berarti bermusuhan. Berbeda itu kodrati dan perlu dikelola sehingga menjadi dinamis dan pembangunan negara dan masyarakat.
Parpol bukan milik elit, namun milik anggota yang sama ideologinya. Selama ini parpol milik beberapa orang, dan ada yang berbeda dipecat dan dianggap musuh. Sifat hakikii demokrasi justru adanya perbedaan, beda bukan dalam hal yang bersifat ideologis.
Mengapa harus demikian?
Parpol menghasilkan banyak sekali produk demi negara, anggota dan ketua MK, BPK, MA, KPK, KY, dan banyak lagi, semua mereka. Saat anggota parpol dan anggota legeslatif baik, tentu kita percaya dan akan menghasilkan produk yang terbaik. Kalau masih seperti saat ini? Bisakah kita mengharapkan dewan yang akan menghasilkan sekian banyak produk yang berkualitas? Bisakah mesin yang berkarat menghasilkan produk yang berkualitas?
Salam Damai....
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI