Berkali-kali Presiden Jokowi dan pemerintah menggabrak dengan berbagai terobosan. Penenggelaman kapal, penerapan hukuman mati yang sekian lama koma, berkaitan dengan politik luar negeri yang sekian lama mati suri dalam ketegasan dan kelugasan.
Penenggelaman kapal menang bukan kinerja presiden seorang atau langsung, namun kerja salah satu menterinya. Semua sepakat dan setuju, hampir menjadi paduan suara bahkan dari DPR yang selama ini hampir jarang menyatakan pro bagi program pemerintah. Hampir semua senada, dan tidak ada gejolak atau perbantahan berlarut dari mana-mana.
Hukuman mati juga senada. DPR yang sering lebih galak dan ganas dari pada LSM kali ini siap membela dan mengawal program kejaksaan agung dan pemerintah. Semua sepakat bahwa kedaulatan negara perlu ditegakkan dan penghormatan atas hukum nasional tidak bisa dicauri dan diintervensi dari negara lain.
Politik luar negeri yang selama ini sangat lemah dibuktikan dengan menarik pulang duta besar untuk Brasil yang “ditelantarkan.” Hal ini berkaitan juga dengan hukuman mati, dan tidak ada riak sama sekali dari kubu sebelah di Senayan yang mengecilkan pemerintah, justru dukungan atas ketegasan ini.
Pembangunan pemerintahan dalam hal pemilihan menteri, KSAL, KSAU, Jagung tidak ada resistensi dan berlarut-larut. Semua berjalan dengan relatif aman sejahtera. Demikian juga mengenai wantimpres dan pelaksana tugas KPK. DPR karena tidak memiliki kewenangan pun biasanya bereaksi, namun kali ini diam seribu bahasa, tidak ada komentar berkepanjangan.
Kapolri. Cerita indah berkepanjangan yang belum tuntas hingga nanti kisaran akhir Maret baru akan jelas ke mana arah kepolisian ini, berhenti dengan Jenderal Badrodin atau masih harus berkepanjangan untuk mengulang dan memproses calon lain lagi.
Presiden yang berjanji untuk tegas dan bisa tegas karena bekerja untuk rakyat dan berdasar konstitusi dalam kampanyenya ini memang hampir selalu tegas dan tidak bertele-tele. Satu saja berkepanjangan kalau berkaitan dengan kerja sama di dewan.
Keputusan BBM yang sangat menurunkan popularitasnya beberapa saat yang lalu, karena sudah ada persetujuan DPR di periode lalu, bisa berjalan mulus dan lancar, meskipun menimbulkan efek berkepanjangan.
DPR, bersikukuh dengan tugasnya pengawasan mengenai program pemerintah dan jajarannya, namun sering abai dengan tugas yang lebih mendesak yaitu legeslasi. Hasil minim yang selalu saja menjadi laporan akhir tahun dan akhir periode seolah tidak menjadi keprihatinan asal bisa garang membantai pemerintah. Lihat saja mana hasil undang-undang mereka, namun sudah mengundang banyak pihak berkaitan dengan AS dan BW. Memang pengawasan adalah tugas mereka namun jauh lebih mendesak adalah tugas membuat dan mengesahkan perundang-undangan.
Kerja seleksi ini itu jauh lebih menyenangkan dan dikedepankan, daripada legeslasi. Beberapa memang selayaknya DPR dihapuskan kewenangannya seperti memilih komisioner KPK, hakim MK, dan lembaga hukum lainnya, termasuk Kapolri, ada mekanisme yang jauh lebih obyektif dan lepas dari kepentingan. Partai Politik bukan buruk namun politik selalu beraroma dengan kepentingan, itu yang perlu diminimalkan.
Ketegasan Presiden sering terbentur kepentingan politik dan dewan, sehingga justru menyandera presiden sendiri. Perlu terobosan agar bisa tegas secara lugas dan tuntas.
Salam Damai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H