Inilah Duet Ideal ala Gerindra-PKS untuk DKI
Menurut Sandiaga, harusnya Pemprov DKI lebih mementingkan nasib wargaRawajatiyang tergusur dibanding membuka ruang terbuka hijau di kawasan itu.Â
Pada saat yang sama, hal yang penting dilakukan adalah mengubah DKI menjadi kota yang ramah manusia, misalnya dengan memperbanyak jumlah taman hijau dan mengurangi kemacetan.
Kedua kutipan di atas dinyatakan oleh kedua kandidat pimpinan DKI. PKS menyatakan tidak lama lagi duet Sandi-Mardani akan dideklarasikan. Apa artinya? Bahwa Gerindra merngkul PKS dan yang lain tidak lagi dijadikan bahan pertimbangan. Hal yang wajar dan normal dengan jumlah kursi terbesar pada Gerindra dan jadi cagub dan PKS sebagai pemilik kursi yang lebih sedikit mengajukan cawagub. Komposisi kursijuga lebih dari cukup, 26 kursi, sedang yang menjadi syarat hanya 22 kursi.
Menarik adalah kedua parpol ini, meskipun cukup besar perolehan kursi lalu, namun belum menjamin akan memperoleh suara yang sama menyaksikan persoalan demi persoalan yang mendera kedua parpol. Jumlah kursi memang cukup signifikan bahkan besar, namun apakah cukup untuk mencapai gagasan gubernur dan wagub itu masih perlu dilihat lagi.
PKS sebagai parpol cukup bisa diandalkan untuk emndulang suara dengan model pengaderan yang terkenal solid dan susah berpaling. Perubahan pimpinan pusat juga sangat membantu memberikan gambaran PKS yang berbeda dan itu bisa menjadi salah satu kunci untuk mendulang suara. Paling tidak mengamankan sebesar jumlah pemilih seperti dalam kursi yang telah mereka peroleh.
Persoalan justru pada suara Gerindra. Capaian besar kursi mereka waktu pemilu tidak bisa diharapkan banyak, menyusul perilaku politik para petinggi mereka yang ditampilkan Fadli Zon, M Taufik, dan M. Sanusi, banyak menggembosi perolehan mereka. Sikap mereka yang melakukan perlawan bak babi buta terhadap Ahok sedikit banyak memberikan pengaruh yang tidak baik. Mengapa demikian? Sikap mereka lebih cenderung barisan sakit hati dan persoalan kelembagaan bukan  soal kinerja eksekutif.
Diperparah perilaku dewan Jakarta yang tertangkap tangan sedang menerima suap. Susah hal ini dilepaskan dari parpol, meskipun itu perilaku pribadi. Belum lagi sikap M. Taufik yang masih bisa juga tersangkut apa yang sedang dialami adiknya. Pembelaannya justru nampak makin melemahkan apa yang ia nyatakan sendiri. Ini soal dari parpol.
Masalah pribadi calon.
Suka atau tidak, suara keterpilihan Sandi masih rendah, belum lagi blunder demi blunder yag diciptakan. Pemilihan komentar calon rival, komentar pada kebijakan parpol dan pribadi serta kebijakan Ahok, blusukan yang tidak membumi, belum lagi masalah pribadi yang satu demi satu diungkap. Pengalaman birokrasi dan politik juga masih belum memberikan jaminan keyakinan. Â Jauh lebih menjanjikan ketika menyandingkan dengan Yusril, Yoyok, atau Risma tentunya.
Sisi lain calon wakil pun belum memberikan jaminan suara yang lebih. Bisa saja jika suara dari PKS sendiri, namun dari yang lain, sangat berat. Bandingkan periode lalu dengan kaliber Hidayat Nur Wahid yang jauh lebih tenar saja masih tidak bisa bersaing. Sosok ini tidak diragukan soal kepintaran akademisi intelektualis, pengalaman sebagai politikus dan organisasi memberikan jaminan. Itu semua belum memberikan jaminan untuk bisa bersaing dalam hal nama. Selama ini belum pernah disebutkan, berbeda dengan Saefullah, Adyaksa, atau Sani.