Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Globalisasi Ketidakpeduliaan

30 Januari 2015   15:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:06 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernyataan seorang pemimpin kelas dunia yang sangat sederhana, pemimpin keagamaan tanpa menggunakan bahasa agama ataupun teologi yang muluk-muluk, namun  menggunakan bahasa sehari-hari. Globalisasi Ketidakpedulian, ungkapan menyentuh bahwa orang sudah melupakan kepedulian dan lebih mengglobal ketidakpedulian itu.

Di sekitar kita, dalam kehidupan yang sangat dekat dengan kita, dalam keluarga, anak-anak makin tidka peduli dengan keadaan keluarga, penting main hp, games, sms-an, bbm-an. Orang tua asyik dengan mencari ekonomi dan lupa keluarga, uang menjadi tujuan utama. Waktu bincang-bincang tergantikan dengan media sosial yang sering salah paham dan digunakan untuk perbuatan tidak semestinya. Belajar ataupun tidak bukan persoalan, ketidakdisiplinan menjadi makanan sehari-hari, pornografi menyusup semakin dalam  dan sikap permisif malah menjadi-jadi.

Sedikit bergeser ke luar rumah, hidup bertentangga kehilangan sosialnya, isu dan gosip malah lebih tenar daripada keakraban dalam bekerja sama bagi kemajuan masyarakat. tetangga menjadi rival dalam kehidupan.

Lebih jauh sedikit beranjak ke jalan, jalan di kampung pun sekarang sudah tidak nyaman dan aman utuk berjalan. Jalan dan jalan  raya bak sirkuit balap motor, orang menyeberang bukannya ngerem malah tancap gas, klakson, salah malah melototm, yang penting aku lebih cepat dan terdepan, apa peduliku untuk orang lain.

Kucing lebih berharga dari pada manusia. Melihat kucing pasti akan mengurangi kecepatan, bahkan beberapa dekade lalu akan turun dna memberikan ganti rugi bagi yang punya, sekarang menabrak orang langsung lari yang penting tidak ada yang melihat.

Trotoar untuk parkir, jalur lambat menjadi parkiran, jualan, dan sering pula menjadi garasi. Pejalan kaki seperti asing di negeri ini.

Makam khusus, tidak masuk hitungan tidak boleh, terbaru soal korban Airasia, hanya karena tidak berktp setempat. Matipun masih susah dan ada kotak-kotak yang mengikuti.

Fitnah, dan tuduhan semena-mena ditembakkan dan tidak ada penyelesaian yang tuntas, dibiarkan begitu saja tanpa adanya proses hukum, terutama bagi kelompok yang kecil dan tidak berdaya, dan lebih parah dilakukan oleh kelompok yang lebih besar dan kuat.

Berita bohong, berita bohong demi memperoleh popularitas dipakai. Bahkan dengan mengkhianati iman kepercayaannya. Manusia sudah lupa akan masa depannya di dunia baka kelak, yang penting sekarang bisa tenar dan memperoleh materi dengan mudah tanpa susah.

Praduga tak bersalah, menjadi tameng untuk berlindung dari pertanggungjawaban moral hukum. Hukum tanpa moral menjadikan manusia legalis yang melupakan segi etis dan kelayakan. Bagaimana tersangka, terdakwa, bahkan terpidana masih bersikukuh tidak bersalah, dan merasa benar bahkan menuduh pihak lain mencuranginya, padahal jelas-jelas bukti menunjukkan kesalahannya. Opini publik dibentuk dengan berbagai cara yang mendukung kejahatan sebagai bentuk pembunuhan karakter.

Sembunyi di balik hukum, hukum sebatas legalitas, keadilan dan kepantasan masih menjadi kerihatinan, bagaimana tajam ke bawah dan tumpul ke atas, bahkan tidak ada hukum ke atas. Hukum pembuktian terbalik tidak ada respon padahal kekayaan jauh dari pendapatan, bahkan anak kecilpun akan tahu kalau pegawai bisa sekaya pengusaha, dari mana uangnya?

Mengedepankan hak daripada kewajiban, ketika hak terpotong akan teriak-teriak dan mencari dukungan ke mana-mana, namun melupakan kewajiban. Hak dan kewajiban harus seiring sejalan, bukan hanya sepihak saja. Memperjuangkan hak tanpa melupakan kewajiban tentunya.

Ketidakpedulian telah mengglobal dan menjadi warna yang dominan. Peduli pada diri sendiri, sesama, dan negara akan mengikis apa yang telah mewarnai masyarakat.

Salam Damai...

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun