Guru profesi multitalenta, kadang jadi psikolog, suatu hari jadi orator ulung, waktu lain berperan jadi politisi, kesempatan lain dituntut menjadi hakim yang adil dan menyeluruh melihat persoalan kelas dan anak. Pada saat berbeda harus menjadi pelawak handal agar murid tidak tertodur, menjadi sejarawan yang kapabel untuk menerangkan secara menarik mengenai sejarah agar siswanya tidak mengantuk dan tertidur membicara masa lalu. Sosok yang tidak bisa melepaskan statusnya sekejab saja, karena semua mata memandang kualitasnya di manapun dia berada, mau di kelas, di sekolah, di keluarga, dan di masyarakat sekitar.
Peran yang tidak mudah, guru laki-laki harus mampu menjadi seorang ibu yang penuh belas kasih dalam mengasuh siswa siswinya, seorang ibu guru harus berperan tegas menghadapi kebandelan anak-anak yang sedang bertumbuh dan berkembang. Peran yang harus menampilkan sikap antusias dan penuh semangat meskipun hatinya sedang sedih dan pedih menghadapi kenyataan hidup yang sering harus bergulat dengan berbagai persoalan. Mendidik dan mengajar anak-anak yang bukan darah dagingnya, namun kenakalannya sering tidak ketulungan. Kesabaran dan ketelatenannya, melebihi orang tua sendiri.
Mampu menghasilkan seluruh kehidupan bagi anak didiknya, lompatan murid-muridnya yang bisa ribuan lebih tinggi, namun ada juga yang tidak berkembang sama sekali. Menghantar semua anak bangsa untuk menemukan jati diri, dan masa depannya dengan penuh cinta.
Orang paling panjang sabar dan penuh kasih setia, sehingga tidak meninggalkan anak-anaknya menderita dan merana apapun keadaannya. Tidak ada satu gurupun yang tega untuk menelantarkan siswa-siswanya yang bersedih karena tertinggal dari rekan-rekannya. Mengasihi dengan sepenuh hati untuk membimbing yang kurang dan mendampingi yang lebih sehingga tidak merasa terhambat. Bukan kemampuan sepele mengelola kelas yang dinamis.
Ketika banyak orang yang mengeluhkan keberadaan guru yang tega memukul, menendang karena anak yang di hadapi sudah kelewatan, tahukan kita mengapa mereka setega itu? Ada masalah pribadi atau anaknya memang sudah kelewatan? Perkembangan zaman mengubah sikap anak makin seenaknya, emosional guru juga menjadi lebih mudah tersulut, namun guru penuh kasih dan cinta masih jauh lebih banyak dan menjanjikan.
Guru bukan semata-mata mentransfer ilmu, sebagaimana keberadaan google, nuansa pendidikan, adanya pengajaran dari hati, yang membedakan guru dan mesin. Keterbatan dan kelebihan guru adalah wujud interaksi dan dinamika kehidupan yang mewarnai kehidupan dan pertumbuhan seorang pribadi. Tidak ada seorangpun di dunia yang lepas dari peran seorang guru. Mau presiden atau gembala kamping pernah mengenyam tangan dingin seorang guru.
Guru, baik yang terlembagakan dalam sekolah ataupun yang informal ataupun non formal tersebar di seantero bumi. Tugas dan peran yang berbeda-beda di antara mereka, namun semua bertujuan memberikan pencerahan bagi sesama yang memerlukan uluran tangan bagi perkembangan sesama dan yang lebih muda.
Kita semua sebenarnyalah guru minimal untuk diri sendiri, di mana membina diri untuk menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.
Selamat bagi para guru yang telah mengabdikan hidup bagi kemajuan generasi muda bangsa. Selamat berjuang dan tekun dalam pengabdian. Berkat melimpah atas pengabdian Anda semua.
Salam Damai.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H