Demokrat akan mengadakan kongres dengan salah satu agenda pemilihan ketua umum. Pemilihan ketua umum ini merupakan isu paling seksi, meskipun bukan satu-satunya agenda. Menarik apa yang terjadi dalam Partai Demokrat ini, periode kemarin, anak kandung reformasi ini mengambil langkah berani dengan memberikan kesempatan pengambilan suara bahkan beberapa televisi menyiarkan secara langsung. Demokrasi yang hendak dibangun memang berhasil, meskipun juga mempertontonkan adanya ketidaksukaan oleh “pemilik partai” yang tidak menghendaki sang ketua terpilih.
Gejolak politis yang ada, memang membuat Demokrat sempat limbung. Titik nadir itu pada saat ketua umumnya tersangkut kasus di KPK, dan berakhir di balik jeruju besi. Partai dengan Demokrat ini mengalami kemunduran yang jauh lebih parah daripada yang lebih tua dan kolot seperti PDI-P, senior seperti Golkar dan P3, ketika ketum merangkap berbagai jabatan bahkan presiden, dan lebih menggelikan lagi anaknya menjadi sekjen, kerabat lain menjadi pengurus ini, itu.
Golkar partai kawakan hingga hari ini belum ada titik temu, karena kubu Ical dan kubu Agung Laksana masih bersikukuh yang paling sah. Malah ada isu terbaru pihak ketiga, sebagai “pemilik lama” akan mengambil kembali haknya, keluarga Cendana pun hendak masuk. Makin tidak tahu mau ke mana Golkar ini ujungnya.
Setali tiga uang P3, pengurus ganda juga masih tarik ulur, apalagi ada agenda yang sangat bertolak belakang, satu sama lain. Titik akhir belum juga ada tanda-tandanya.
Akankah Demokrat menyusul?
1.Pecat memecat sebagai model kepartaian di Indonesia telah terjadi
Pengurus daerah yang dipecat dengan berbagai alasan ada sekitar 161, yang mengadakan kaukus penyelamatan demokrat, acaran yang gagal karena peran polisi. Pertemuan awal dengan menolak media dari grup Trans yang disinyalir kroni Ketum, berlangsung dengan baik, kali ini tidak bisa masuk karena arena mereka telah disegel polisi, kog persis arena sabung ayam saja?
2.Kelompok kecewa dan merasa tersisih makin kuat.
PPI sebagai salah satu hasil dari rasa kecewa kelompok Cak Anas dan loyalisnya, memiliki organisasi masa PPI. Kelomok dalam gugus ini juga barisan sakit hati, yang perlu penanganan yang bijak agar tidak makin menguat dan menjadi anak tiri, seperti Hanura, Gerindra, dan beberapa almarhum partai yang tidak sempat bertumbuh, beberapa tahun lalu.
3.Ada aroma pembatasan, mirip model partai yang pecah juga mulai tampak
Juki, selaku pengurus teras merasa tidak mendapatkan undangan, padahal dia dulu salah satu caketum, dan kali ini pun rumornya siap menantang Sang Pemilik untuk bertarung dalam menduduki Demokrat-1 yang memiliki kesempatan untuk maju menjadi RI-1 . model tidak mengundang ini menjadi gejala yang umum untuk membonsai atau tidak memberikan kesempatan calon potensial, oleh pihak yang menghendaki kursi tetap menjadi miliknya.
Akankah lahir PPI sebagai parpol, perindo, hanura, gerindra, lainnya lagi? Kalau demikian makin tidak karuan, pembatasan parpol akan lebih bijaksana dengan angka pemilih meningkat secara signifikan. Pertumbuhan atau munculnya partai baru dengan syarat ketat dan adanya ideologi yang jelas berbeda dan menghidupi partai, bukan hanya klaim tidak jelas, apalagi bertentangan dengan Pancasila.
Salam Damai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H