Seorang gadis kecil melakukan pertandingan baseball pertama kalinya. Sang ibu cemas menyaksikan putrinya gagal memukul berkali-kali. Bagi ibu, akhir pertandingan yang berakhir 10-12 dengan kekelahan tim puterinya, merupakan moment yang sulit. Bingung hendak menyatakan apa, untuk dukungan, dan membesarkan hati tanpa membuat gadis kecilnya menyalahkan pihak lain. Justru putrinya yang memberikan pembelajaran luar biasa, “Mam, lihat kami hampir saja menang,” lapornya penuh keriangan sambil memeluk pinggangnya.
Piala AFF futsal nyaris saja bisa meraih hasil tertinggi. Penyisihan luar biasa disajikan timnas, bahkan melibas Australia yang merupakan salah satu tim kuat. Hasil telak dengan tim sekuat Australia membuat makin yakin menapak final. Final di depan mata itu hampir saja teraih, gol di menit akhir mengubah segalanya di semifinal.
Asian Games, timnas sepakbola sangat menjanjikan dengan melibas saudara muda Timor Leste, 7-0, luar biasa. Pertandingan kedua, meyakinkan dengan 4 gol tanpa balas, dengan menyiapkan sebuah rekor dengan menjadi topscorer oleh Ferdinan Sinaga dengan 6 golnya. Harapan membuncah hingga hendak menjadikan Ferdinand sebagai topscorer baru dengan 8 gol. Pertandingan terakhir merupakan antiklimaks dan kalah 6-0 berhadapan dengan Thailand. Semifinalpun masih dapat menjadi genggaman.
Law of Resonance, hukum tarik menarik memberikan gambaran apa yang diucapkan dengan sepenuh hati, berulang-ulang, akan digaungkan oleh alam (bahasa agama Yang Transenden, apapun itu agamanya, Allah, Tuhan Allah, Sang Hyang Widi, atau apapun nama dan sebutannya). Gaung kepercayaan itu akan membantu yang sedang bermain penuh semangat dan mendapatkan hasil positif sebagaimana yang digaungkan. Law of Attraction, gaungan oleh resonace tadi akan membawa tarikan hasil positif sebagaimana yang diyakini dan telah digaungkan tersebut.
Pertandingan di Malaysia untuk AFF futsal ataupun di Korea Selatan untuk sepakbola Asian Games selalu dijejali penonton. Pertandingan satu ke pertandingan berikut, penonton makin banyak, bersemangat, dan memberikan dukungan dengan lagu-lagu perjuangan ataupun lagu menggelorakan semangat, terutama Garuda di Dadaku...(bukan Garuda merah). Dukungan yang menggelora dan itu adalah kebanyakan TKI, karena 60% warga negara Indonesia di luar negeri ialah TKI. Dapat dibayangkan pekerjaan mereka dan uang mereka dikorbankan dengan sukacita bagi timnasnya yang menjanjikan. Mereka sama sekali tidak menuntut dibayari atau berpikir akan mendapatkan balasan.
Berbeda dengan apa yang ditampilkan RCTI grup, dalam hal ini yang menyiarkan dua pertandingan ini. Siaran langsung jelas menghasilkan uang banyak, dengan bukti lamanya iklan sepanjang siaran langsung. Namun reporternya justru menggaungkan dan menarik hal yang buruk. Beberapa kali, kalimat pembuka terutama untuk sepak bola ialah menyatakan sejarah yang selalu buruk, antara timnas kita dengan lawan. Pembuka dan selalu diulang-ulang sepanjang pertandingan. Pengulangan sejarah buruk seperti doa yang dipanjatkan untuk kekelahan timnas Indonesia. Reporter yang menyatakan sejarah dan rekor yang timpang dengan kekalahan itu merupakan doa yang akan direspons oleh alam/ Yang Transende, sebagai permohonan kekalahan. Rekor boleh sebagai informasi, namun bukan selalu diulang-ulang.
Pemain dan tim pelatih memiliki kecenderungan kalah sebelum bertanding menghadapi tim-tim besar. Padahal semua mungkin terjadi dengan penuh kepercayaan.
Selalu didengungkan fisik yang kecil. Fisik bukan menjadi persoalan mendasar saat ini, Bagaimana Barcelona dan Spanyol memiliki tim yang berpostur kecil dan mungil, namun juara kelas dunia ada di tangan mereka.
Menilai dan menyatakan kelebihan lawan dan kekurangan tim sendiri dengan berulang-ulang. Ungkapan dari sinetron lama dalam Tuyul, gagal maning gagal maning merupakan sindiran yang berulang-ulang, setiap merasakan kekalahan.
Perlu perubahan sikap mendasar dengan pemikiran positif:
Tidak ada lawan yang tidak bisa dikalahkan. Menilai lawan secara obyektif dan rasional sehingga bisa bermain dengan nyaman, santai, dan hasil tak terduga bisa diperoleh, contoh futsal melawan Australia, dengan mudah mendapatkan kemenangan.
Semua hambatan bisa dikelola menjadi aset yang menjadi peluang dan bahkan kekuatan. Badan kecil membuat pemain lebih lincah dan memiliki kecepatan yang lebih baik. Lihat Messi, Eka Ramdani, Ramdani Lestaluhu, Bambang Pamungkas.
Menyiapkan mental menang. Kalah itu normal menang itu wajar. Tidak menjadi lupa daratan ketika menang dan tidak terpuruk ketika menderita kalah.
Orientasi ke dalam untuk menemukan kelebihan dan keunggulan diri, bukan berorientasi kepada lawan yang membuat minder. Pengenalan potensi dan kelemahan untuk dikembangkan dan diatasi. Biarkan saja lawan/rival dengan diri mereka sendiri.
Negara religius bahkan negara Muslim terbesar dunia namun tidak pernah menampilkan doa bersama sebagai satu tim, di dalam lapangan. Lihat pemain Eropa yang selalu dianggap sekuler, dan menjadi bahan kecurigaan di sini mengenai religiusitas mereka selalu menunjukkan imannya saat masuk ke lapangan dan merayakan gol. Ungkapan hati mohon dan bersyukur atas bantuan Tuhan, bukan untuk yang lain. Menunjukkan kerapuhan manusia di hadapan Sang Khalik, bukan untuk pamer di depan Tuhan.
Salam Damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H