Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berbakti pada Orang Tua, antara Saat Meninggal dan Hidupnya

14 Februari 2017   07:14 Diperbarui: 14 Februari 2017   07:54 1002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa waktu lalu saya melayat seorang kerabat. Agak heran karena yang datang cuma kami keluarga sekeluarga, ibu, kakak, dan sepupu. Di sana hanya ada tiga orang tetangga dan yang biasa dimintai tolong untuk bebenah rumah. Timbul tanya ada apa? Ketika berbincang dengan tetangga kerabat ini, hadirlah jawaban bahwa keluarga dari kerabat ini dinilai antik, susah untuk tetangga bersikap karena mau menyewakan tenda, kursi, atau yang lain pasti ditolak. Saya tidak hendak mengupas soal aliran kepercayaan atau agama, namun hidup bersama dalam keluarga, terutama anak kepada orang tua saja. Semua hal ditangani anak dan menantunya sendiri, termasuk memikul jenazah ke makam, yang relatif jauh dengan perbandingan kini mobil jenazah gratis pun banyak.

Berbakti itu dalam apa to kepada orang tua? Apakah cukup harus memikul dan memakamkan dengan tangan sendiri? Jika falsafah Jawa diterjemahkan dengan tekstual, mikul dhuwur mendhem jerobegitu saja benar bahwa mengusung jenazah ke makam itu bentuk bakti. Tidak ada yang salah.

Perhatian selama ia hidup. Banyak orang mengalihkan kasih sayangnya kepada keluarga sendiri, pasangan dan anak-anak mereka. Tentu tidak bijaksana karena toh orang tua juga memberikan seluruh hidupnya bagi anak-anak, tentu tidak bisa dipisahkan dengan tegas orang tua biar saja kan sudah usai dan kini menjadi kewajiban kepada keluarga sendiri, bukan demikian, memang porsinya tidak harus sebesar kepada keluarga, minimal mengunjungi, telpon, dan juga memberikan perhatian sewajarnya. Apalagi alat komunikasi sudah menjadi barang yang terjangkau.

Memberikan kasih saya dan perhatian dengan sebisa mungkin tidak sampai orang tua rindu apalagi sakit jika hidup terpisah kota, pulau, atau negara bahkan. Jaringan komunikasi  lancar bahkan orang yang pendapatannya pas-pasan bisa main hape,mana mungkin tidak mampu menghubungi orang tua bukan? Kangen orang tua itu beda, kadang antik, aneh bagi yang muda, jika ini melanda, bisa berabe, bisa sakit yang tidak jelas, uring-uringan, padahal mereka malu mengatakan kangen dengan anaknya yang ini. Perhatian dan kasih sayang tidak harus berjumpa dan dekat, bisa dijembatani, jika masih mungkin hadir jelas lebih penting.

Komunikasi. Datang, hadir, menjenguk itu untuk tahu kabar orang tua dan keadaannya. Soal perbincangan yang diulang-ulang itu jelas manusiawi, yang muda perlu sadar bukan malah menghindar, apalagi menjadi anak soleh dengan melihat layar hape terus. Mendengarkan orang tua itu tidak mudah memang, karena beda generasi, akhirnya mendengarkan anak juga susah jika sudah membuat tembok atas nama generasi itu.

Merawat, ini tidak semata uang. Transfer dari toiletpun bisa sekarang, namun orang tua jauh lebih membutuhkan perhatian, sapaan, dan kehadiran meskipun sejenak. Uang atau materi tidak bisa menggantikan relasional yang ada antara orang tua dan anak.

Memastikan kesehatan, makan, istirahat, dan kesibukan mereka. Ada orang tua yang demi menepiskan kerinduan akan anak-anak dengan berbagai-bagai kesibukan, jika demikian hati-hati bagi anak yang jauh untuk memonitor, mengontrol, dan mengawasi sebisa mungkin. Alat kesehatan minimalis sekarang juga terjangkau. Alat tensi, alat cek gula darah, alat cek kolesterol jika mampu disedikan tentu sangat membantu kehidupan sehat orang tua. Asupan seimbang dan istirahat perlu dijaga.

Biarkan melakukan apapun yang disenangi, asal terkontrol. Bagi yang suka membaca, sediakan bacaan-bacaan yang membantu, terutama bacaan rohani sehingga tidak takut mati.

Kesepian sangat membunuh. Meskipun membayar perawat dengan mahal, itu jelas tidak cukup. Luangkan waktu secara rutin untuk mengajak berbincang, datang, dan menanyakan khabar. Perawat itu bukan anak, meskipun merawat dengan lebih baik, telaten, dan lebih segalanya tetap tidak ada yang menggantikan anak.

Berani mengatakan tidak dan memarahi. Asal bukan demi kita sendiri. Contoh, melarang makanan tertentu bukan karena kita malas mengurus atau takut repot, namun demi mengurangi derita orang tua. Sering kita melarang hanya karena kita tidak mau repot. Ingat kita telah merepotkan orang tua lho. Berani mengatakan tidak dan kadang memarahi bukan kesalahan sepanjang demi orang tua.

Jangan banyak melarang. Kasihan mereka tidak akan lama di dunia ini. kalau sedikit-sedikit jangan, sedikit-sedikit dilarang, mereka bisa stres. Sepanjang masih bisa dikontrol dan dijaga tentu semua hal masih bisa dilakukan. Ingat mereka juga manusia yang tahu batas lho. Ngeyel atau bersikeras itu hanya cari perhatian saja, ingat saja ketika kita kecil dulu, identik bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun