"Yusril ditolak dianggap Ketum PBB, jadi aneh kalau ketum PBB kita dukung, sementara dia tidak punya kursi di DKI. Yang kedua, dia dianggap agak sombong," ucap Syarief. (sumber)
Arsul juga membantah pernyataan Syarief bahwa PPP, PKB, dan PAN mengusulkan namaAgus HarimurtiYudhoyono kepadaDemokrat. Usulan untuk mengusung putra Ketua Umum PartaiDemokratSusilo Bambang Yudhoyono itu, lanjut Arsul, justru datang dari Syarief Hasan sendiri.
"Jadi dari sisi PPP kami ingin terus terang bahwa Pak Syarief Hasan-lah yang mengusulkan nama AHY kepada PPP. Sebelumnya tidak terbayang bagi PPP mengusulkan nama AHY," kata dia (sumber)
Salah satu tokoh pewayangan yang sering melakukan tindakan lucu, aneh, dan mengagetkan adalah Sengkuni. Ide-ide untuk menguntungkan Kurawa sebagai keponakannya, yang pada dasarnya adalah memberikan kepuasan diri sendiri. Ide, gagasan, dan perbuatannya lebih berpusat pada kepentingan diri sendiri, namun menggunakan jiwa keponakannya yang telah ia bina untuk melakukan apapun yang ia inginkan.
Politik era kekinian pun tidak lepas dari perilaku Sengkuni tersebut. Pilpres dan pilkada Dki memang menguras energi, tidak heran lahir Sengkuni gaya baru, di mana mencari aman, melakukan perbuatan yang menguntungkan diri sendiri, dan memanfaatkan keadaan dengan melupakan hal yang lebih mendasar.
Berkaitan dengan pencalonan Agus ini, menjadi menarik ketika, ada satu pihak mengatakan bahwa parpol lan (bukan Demokrat), yang awalnya menyatakan Agus untuk menjadi cagub. Artinya Demokrat mau menyatakan diri bahwa putera sang tokoh diinginkan partai lain dan mereka dengan berat hati merelakan. Namun mereka lupa, ini era informasi, ingatan bukan hanya memori otak, ada rekaman digital yang mudah diputar ulang. Keberanian para politikus juga berbeda dengan era yang lampau. Baru kemarin diungkap hari ini sudah dibantah.
Tentu tidak etis juga ketika diikuti dengan menjelekkan tokoh yang sudah tidak diusung. Fakta yang dikatakan, namun tentu tidak patut bagi percaturan elit nasional. Seorang kandidat presiden, mantan menteri berkali-kali, dan ketua parpol nasional harus dikatakan sebagai agak sombong. Bener ning ra pener.
Tidak didukung saja sudah menyesakkan, eh masih juga dikatakan sebagai sombong. Jika soal ketum parpol jauh lebih bijak dan pantas sebagai alasan. Kembali bukan demokrasi akal-akalan yang ditampilkan dengan menjelekan pihak lain demi menjual pihak sendiri.
Implikasi bagi DKI dalam Jangka Panjang
Baru juga bakal calon, sepanjang belum dinyatakan KPU sebagai calon, eh sudah ada indikasi perpecahan. Bagaimana parpol yang memiliki posisi yang sama, bahkan memiliki kursi besar malah dikatakan sebagai seolah “pecundang.” Hal ini akan berkepanjangan seturut kemenangan pasangan yang mereka usung. “Konflik” seperti ini akan terus terjadi, karena fokusnya kursi bukan kebaikan dan pembangunan Jakarta. Jangan kaget nanti, jika menang, merasa pling berjasa, merasa miliknya atau kadernya, dan ujung-ujungnya bagi-bagi keuasaan. Apakah model demikian akan sanggup menghadapi bandit sebelah itu? Sangat berat perjuangannya. Ini bukan soal Ahok lho, soal ASIN yang ternyata dibangun di atas pasir yang mudah dirobohkan jika ada angin dan arus kecil sekalipun. Riskan banget bukan?
Perjalanan panjang kembali jika menang, sangat berat dan tidak berlebihan jika mengatakan kembali ke era yang lalu, di mana lebih kuat dan kentalnya tekanan parpol dalam hal ini dewan. Padahal jelas saja selama ini relasi kedua belah pihak itu tidak akur karena perebutan benar soal anggaran bukan soal pembangunan.