Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apakah Korupsi Telah Menjadi Musuh Bersama? Belajar dari Pilkadasung

10 Desember 2015   08:50 Diperbarui: 10 Desember 2015   08:50 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 

Pilkadasung memberikan bukti bahwa korupsi belum menjadi persoalan serius oleh banyak pihak. Kita bisa membandingkan dengan soal komunisme yang demikian “menakutknnya” bagi bangsa ini. Pengalaman memberikan kepada kita (banyak yang desas-desus, banyak pula yang asli) soal bagaimana perwira AKABRI batal dilantik setelah sekian lama menjalani pendidikan karena ada laporan keluarganya tidak lolos bersih lingkungan. Penolakan melamar menjadi PNS karena kakek, atau orang tuanya adalah pernah dinyatakan sebagai anggota PKI.

Parpol.

Berapa saja parpol yang mengusung tersangka, mantan terpidana, dan yang terdengar nyaring soal sas-sus soal korupsi. Padahal jelas-jelas ada barang yang sudah disita KPK saja masih bisa menjadi calon dan  potensial menang. Beberapa daerah, di waktu lampau nyaring terdengar soal dinasti kekuasaan yang dinilai potensi menghasilkan pemerintahan yang tidak bersih, namun masih juga banyak yang mengusung dengan gegap gempita, dan lagi-lagi sangat potensial menang. Kehendak baik belum ada di sana. Kita bisa membandingkan bagaimana sikap terhadap pribadi yang dicurigai sebagai keluarganya adalah komunis. Apakah komunis demikian menakutkannya dibandingkan korupsi? Korupsi lebih aman dan tidak membahaya?

Masyarakat

Kembali akan dinyatakan sebagai ingatan pendek dan mudah lupa akan peristiwa. Memang bangsa ini bangsa yang baik hati dan cepat melupakan gegap gempita yang baru saja terjadi. Usai peristiwa ya sudah terjadi lagi. Sikap permisif ini yang makin menyuburkan korupsi dan tindakan jahat birokrasi yang terus terulang. Jelas-jelas orang yang melakukan tindakan sejahat itu masih diusung dengan bahagia sebagai pemimpin yang apakah ada jaminan tidak akan mengulanginya? Ataukah bukan malah belajar menjadi lebih “hati-hati” dan aman?

Hukum

Perangkat hukum, masih sangat sulit diharapkan untuk mampu menjamin keadaan ini. Sapu kotor jangan diharapkan memberikan lantai yang bersih. Selama parpol dan dewan menghasilkan keadaan demikian, hukum masih jauh dari kemungkinan memberikan keadaan yang baik.

Bagaimana sikap kita bersama sebagai bangsa itu memusuhi korupsi dan koruptor, sehingga mereka tidak akan mendapatkan tempat untuk tumbuh kembang. Fakta jelas telah dilakukan bangsa ini dengan aliran komunis yang menjadi musuh bersama sehingga tidak bisa lagi hidup dengan baik, karena tidak ada tempat untuk itu. Apakah kejahatan korupsi lebih ringan dari jahatnya komunisme?

Siapa yang bisa melakukan adalah masyarakat dahulu, ketika lembaga negara dan parpol tidak bisa memberikan harapan itu. Penghormatan akan materi, kaya dan kemewahan sebagai simbol kepribadian, sedangkan menggunakan segala cara, termasuk maling dan merampok  malah bisa tersenyum bahagia dengan rompi orange-nya. Mengapa terjadi? Karena mereka tidak malu dengan perilakunya dan mereka tetap kaya.

Luar biasanya, uang mengambil dari negara, dibagikan secuil untuk masyarakat dan kemudian meminta untuk memilihnya dan kemudian mengambil lebih banyak lagi. Kita bisa belajar dari soal musuh bersama yang telah tercipta dan efektif soal komunisme, bagaimana mereka telah dihukum bahkan bisa dua tiga keturunan. Koruptor ini bisa berjaya tujuh turunan. Artikel ini bukan mau mendukung perilaku jahat dan dendam akan penghukuman sebagaimana keluarga PKI atau menentangnya, namun sebagai perbandingan bahwa korupsi bisa diberantas dengan cara yang identik. Pembela dan pendukung tentu akan sama, namun ketika budaya malu itu tercipta tentu akan mengurangi keinginan jahat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun