Kemenhub menyataan harga avtur Pertamina terlalu mahal di bandara-bandara. Pertamina menyatakan harga mereka lebih tinggi, karena untuk memberikan subsidi silang bagi mereka agar penjualan di bandara pinggiran atau bandara terpencil bisa terjangkau bagi orientasi bisnis mereka.
Tentu tidak ada yang salah dari kedua pernyataan tersebut, dari satu sisi menteri perhubungan tentu mencari harga yang paling miring agar operator penerbangan mampu mendapatkan keuntungan yang lebih baik, dan penumpang pun bisa mendapatkan harga tiket yang jauh lebih terjangkau. Menurut banyak ahli baik penerbangan, ekonomi, ataupun perjalanan, dan migas, bahwa beaya penerbangan hampir separo habis untuk bahan bakar. Soal harga avtur yang lebih mahal ini, layak kalau kemenhub selaku regulator menanyakan bagaimana Pertamina bisa menjual jauh lebih mahal.
Pertamina tidak boleh juga melupakan orientasi mereka untuk bisnis yaitu keuntungan. Mereka tentu bukan karya sosial, namun bisnis dan berhak mendapatkan keuntungan. Alasan subsidi silang bisa diterima akal sehat, karena bandara yang belum mau swasta atau pihak asing masuk, mau tidak mau mereka harus masuk, sebagai BUMN yang tidak bisa melupakan sisi penanggung jawab membangun bangsa, salah satunya adalah melayani daerah atau tempat yang belum menghasilkan keuntungan. Seolah keduanya ini benar dan  menjadi sahih ketika mereka mengatakan kalau soal harga avtur ini dipersoalkan, lebih baik di tempat yang minim, mereka juga tidak masuk.
Siapa lebih benar?
Semua yang di dunia ini akan berpengaruh oleh kepentingan, apapun itu. Kemenhub memiliki kepentingan harga yang lebih murah demi pelayanan penerbangan, dan Pertamina juga memiliki keuntungan demi bisnis mereka. Keduanya memiliki kepentingan masig-masing yang tidak bisa disalahkan. Kalau demikian siapa lebih benar dan demi kepentingan negara?
Kita bisa melihat dari rekam jejak mereka selama ini. Kepentingan mana yang lebih berbicara, demi negara atau kepentingan diri sendiri yang lebih sempit.
Pertama, selama ini lebih dikenal buruk kinerja Pemerintah dari pada kemenhub. Menhub orang baru yang memang relatif lebih baik dalam kinerja selama ini.  Pertamina lebih banyak kisruh dan menjadi tambang pribadi berbagai oknum sekian lama.
Kedua, Pertamina melupakan sisi sosial pembangunan mereka ketika mengatakan bahwa mereka bisa menarik dari bandara yang relatif sepi selama ini. Alasan subsidi silang yang seolah membenarkan pilihan mereka, sedangkan karya mereka selaku BUMN bukan semata-mata keuntungan.
Ketiga, guru besar UI, Rhenal Kasali mengatakan mereka bisa menjaul avtur di luar negeri jauh lebih murah. Dosen ini sangat jauh dari hiruk pikuk politik dan lebih obyektif kalau menilai keadaan, dengan pernyataan demikian berarti bahwa ada apa-apa dengan Pertamina. Soal monopoli selama ini Pertamina bisa seenaknya saja menentukan harga dan konsumen yang harus menangungnya, sedangkan selisih harga yang ada hanya masuk ke kantong segelintir elit.
Keempat, kalau subsidi silang ke dalam negeri sendiri saja, keluar ancaman untuk dicabut, bagaimana pertanggungjawaban mereka soal harga di luar negeri bisa lebih murah.
Kelima, kalau harga di dalam negeri di beberapa tempat lebih mahal untuk ongkos bagi pelayanan di daerah terpencil, apakah hal yang sama juga untuk memberikan subsidi bagi luar negeri?