Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anggota DPRD DKI Dilengkapi Laptop dengan Anggaran Negara, Tidak Ada Tukang Cangkul Minta Cangkul Lho

28 April 2016   16:44 Diperbarui: 28 April 2016   16:47 1693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suatu hari dalam sebuah pelatihan literasi keuangan, narasumber mengisahkan pertama kali masuk kerja, ia merasa malu. Dengan polosnya ia masuk kerja, dan pas bekerja, ia tidak siap dengan kalkulator, dengan lugunya, ia pinjam kalkulator rekannya. Dengan santai, rekan itu menjawab,”Gak ada pak tani, yang tidak bawa cangkul lho.” Pas baca berita, sekretariat dewan DKI menganggarkan 1.6 M untuk menyediakan laptop bagi 106 anggota dewan, jadi ingat lagi. Perbuah komputer jinjing itu ada pada kisaran 10-15 juta rupiah.

Menarik ialah, ketika kinerja mereka amburadul, lebih banyak mondar-mandir ke KPK. Ada dua kelompok, yang pertama karena kasus yang membutuhkan kesaksian mereka, seperti wakli ketua M Taufik yang hari ini sudah enam kali mondar mandir ke KPK, lha kapan kerjanya coba. Atau rekan-rekan segerombolan yang akan datang sebulan dua kali ke KPK menanyakan soal hasil mengenai kasus yang berkaitan dengan gubernur. Kalau gerombolan yang ini sudah tidak lagi terdengar.

Fasilitas mereka telah melimpah, gaji mereka jelas saja gede, belum lagi malingannya yang tak terbatas itu, eh laptop saja masih minta, padahal di ruang kerja telah diperlengkapi dengan PC. Kata sekretariat, laptop ini inventaris berarti bukan menjadi milik, apakah akan demikian, di mana bahwa komputer jinjing itu biasanya bersifat personal, lima tahun lagi pasti akan kinta baru dengan berbagai-bagai dalih. Alasan yang kemungkinan dipakai, sudah ketinggalan zaman, tidak bisa mengimbangi kinerja dewan, komputer itu lima tahun sudah harus diganti, buat kenang-kenangan saja.

Mereka meminta laptop dengan pertimbangan, agar kalau rapat tidak perlu repot-repot membawa berkas. Menarik adalah, bahwa mereka kalau gaji minta banyak namun kalau tanggung jawab tidak mau repot. Kedua, saya pribadi merasa ragu, apa mampu mengoperasikan komputer dengan harg itu termasuk kelas menengah atas. Berbeda dengan yang biasa, yang biasa saja masih ragu, melihat membedakan ups dan usb saja tidak bisa.  Ini bukan memperolok, namun satu dua anggota dewan itu tidak bisa mengoperasikannya dengan baik.

Meminta ini itu, hak yang didahulukan, teriak-teriak uang makan kalau kunker kurang, masih juga maling, namun keinerja nol besar. Paling banter berkelahi dan mencari-cari kesalahan di pihak eksekutif.

Apa yang mungkin bermakna positif di sini, ialah, gampangnya mendeteksi  perjalanan data yang mereka lakukan. Dengan laptop jelas leih praktis dan sederhana kalau KPK atau penegak hukum mau meringkus mereka. Inventaris kantor jadi jauh lebih mudah menyita dan mengambil untuk menyelidiki isi data di sana, apalagi soal suap menyuap seperti selama ini.

Namun sungguh ironis ketika anggaran sebesar itu (bagi dewan sangat kecil), bagi banyak orang di negara ini cukup besar, dan bisa dipakai untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. maling ber M-M mobil mewah berjejer, untuk laptop saja masih minta negara untuk menyediakannya.

Dewan yang terhormat, gelar terhormat, bahkan yang mulia itu akan kalian sandang jika kinerja kalian memang luar biasa dan sangat bermanfaat dirasakan oleh masyarakat luas. Demikian juga berbagai-bagai fasilitas akan kalaian dapatkan sebagai bonus dan apresiasi kalau kinerja kalian memang sangat bermanfaat. Ketika kalian masih ngemis minta-minta  fasilitas dan perlengkapan ini itu, masih menunjukkan kalian tamak, dan  masih bisa dikatakan belum bekerja, kalau tidak terlalu kasar malah sama sekali belum bekerja.

Laptop sebagai bagian utuh bekerja era ini, mosok masih juga minta negara menyediakan, apa masih kurang, gaji, tunjangan, dan bagi-bagi maling selama ini? Mosok kalah dengan pengemis yang menyediakan plastik untuk wadah ia menerima sedekah, atau tukang batu yang punya cetok.

Melihat kinerja mereka selama ini, pengalaman dari “atasan” di dewan pusat yang malah nonton bokep, dan kemampuan mereka, menjadi pesimis akan meningkatkan kinerja mereka secara signifikan. Selain membuat mereka makin mewah di atas derita rakyat yang mereka wakili.

Apa masih terlalu berat untuk menyisihkan uang mereka sendiri yang melimpah itu? Atau eman,wong uang negara banyak ngapain susah-susah memakai dana sendiri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun