Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Andi Malarangeng dan La Nyala, Pilihan Sikap Demokrat atas Korupsi

23 Juli 2017   06:52 Diperbarui: 24 Juli 2017   05:54 1093
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Andi M bebas dari penjara usai menjalani pidana korupsi sekian tahun. La Nyalla bebas karena kasasi di peradilapun menyatakan tidak terbukti adanya pidana. La Nyalla jika benar peradilan seperti ini, membebaskannya, mengapa dulu harus berlarilari sekian lama dan tidak ketemu-ketemu, toh pengadilan pun memberikan fakta yang sebaliknya dengan pelariannya.  Memang untuk dua kisah ini berbeda secara hukum, satu jelas sudah vonis dan satu tetap masih abu-abu.

Andi Malarangeng sudah menyatakan akan kembali membantu Pak Beye di dalam menjalankan partai Demokrat. Ironis apa yang disampaikan ini, seolah Andi Malarangeng itu tahanan politik yang baru pulang dari pembuangannya dan akan kembali membesarkan partai yang sekian waktu ditinggalkan karena dibuang oleh penguasa.

Sedikit berbeda dengan La Nyalla yang memang tidak ada fakta hukum yang memidananya sehingga memang secara hukum, sah-sah saja menyalonkan diri jadi pimpinan daerah.  Hak konstitusinya masih utuh karena memang tidak ada pidana, sedang mantan narapidana pun banyak yang mencalonkan dan dicalonkan, menang dan dilantik di penjara lagi.

Hukum atau Etis

Ranah hukum memang jelas, meskipun hukum di negeri ini masih sangat abu-abu. Panglima yang jauh lebih bermarbat adalah etis atau ranah moral. Di mana ketika moral atau baik dan buruk, benar dan salah itu menjadi pertimbangan hati nurani tentu akan memberikan pedoman yang berbeda. Ranah yang berbeda ketika pendidikan rasa malu dan berani itu saling silang, yang harusnya malu malah tidak, yang seharusnya berani malah tidak. Memang etis dan tidak belum menjadi gaya hidup bangsa ini, bukan sok asing atau memuja budaya lain, namun patut dicontoh, Korea, Jepang, bahkan Tiongkok pun mulai meneladani dua negara tetangganya tersebut. Malu kalau disebut saja dalam maling uang negara, tidak sampai dibawa ke pengadilan, baru disebut saja langsung mundur, apalagi malah makin maju.

Jati Diri Demokrat

Bagaimana pertanggungjawaban moral Demokrat jika dihuni oleh barisan yang beraroma korup tersebut. Memang bahwa orang yang tidak terbukti hukum, usai menjalani pidananya, tidak layak lagi dihukum. Ini kasus lain. Soal kepercayaan publik dan kasusnya pun menjadi kejahatan luar biasa. Ini soal hukuman yang setimpal dari sisi ini. Bagaimana juga Demokrat bisa menjawab sejarah pernah menglaim diri sebagai partai bersih, bahkan jargon kampanye "KATAKAN TIDAK PADA  KORUPSI" yang sekian lama malah jadi olok-olokan dengan tambahan HAL pada kata TIDAK. Semua bintangnya masuk bui dengan kasus korup lho. Masalahnya adalah korupsi itu berkaitan dengan kepercayaan dan kekuasaan, apakah tidak akan menakutkan perilaku itu terulang dan kembali lagi.

Alangkah lebih baik, model Andi Malarangeng tidak lagi berkecimpung dalam partai lagi, ini soal persepsi. Bagaimana ia yang dulu getol dan lantang mengatakan tidak pada korupsi toh melakukan juga. Ia sebagai generasi yang terlibat dalam kisah '98 tentu tahu persis soal kolusi dan nepotisme, eh malah juga jadi pelaku. Ia bersama kerabatnya masuk bui karena bancakan dana Hambalang. Belum lagi koleganya yang bendahara umum seolah menjadi pembagi proyek di semua kementrian. Apa tidak miris menjadi menteri aktif yang diciduk KPK, ini bukan tahanan politik seperti Minke di tetraloginya Pramudya, kisah kriminal ala KPK ini. Sejarah mencatat, prestasi olah raga tidak berkembang eh uang malah buat bancaan.

Pembuktian Demokrat dengan tegas soal korupsi bukan soal janji mungkin bisa membantu mereka merangkak kembali naik. Atau jangan-jangan dulu dibangun dengan suap dan kolutif juga? Menyaksikan reaksi mereka di dalam menanggapi kasus hukum terutama korupsi mereka adem ayem bertolak belakang dengan kalimat tegas katakan tidak padahal korupsi itu. Bagaimana publik diberi kepercayaan sehingga tidak lagi terjerumus dalam sepuluh tahun kubangan pemerintahan korup melebihi penjajahan dan masa kolonial.

Bukti itu bukan kata-kata apalagi perang media sosial, namun tindak nyata. Berani tidak Demokrat menginisiasi pembuktian terbalik? Mereka yang menglaim diri sebagai partai penyeimbang bisa mengambil bola emas ini untuk menggulirkan apa yang paling disukai rakyat, namun tidak dikehendaki pejabat dan dewan korup ini. Mereka bisa mendapatkan kembali minimal lirikan dari pemilih karena keberanian mereka. Melihat pengurus dan perilaku mereka sama sekali tidak akan ada ide sekalipun.

Penguatan KPK dengan sepenuhnya, bukan dengan malah main mata dengan kelompok lebih besar untuk mendeskreditkan KPK. Kritik kelemahan KPK dan berikan solusi yang jitu. Laporkan kadernya yang terindikasi maling, bukan malah membela mati-matian. Apalagi ada densus antikorupsi, tentu menanganinya beda dengan KPK. Tunjukkan kerjasama Demokrat dengan dua organ ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun