Pro Jo, kelompok yang mendukung Pak Jokowi dengan gigih dalm pilpres lalu, telah pula merasa kecewa. Kekecewaan yang mereka ungkapkan, paling tidak berkaitan dengan reformasi birokrasi yang jalan di tempat. Pembandingnya reformasi yang dibawa pak Jokowi selaku gubernur Jakarta kala itu.
Indonesia tidak identik dengan Jakarta.
Persoalan birokrasi yang buruk memang di mana-mana terjadi. Mengapa Jakarta seolah mudah ditangani sedang di Indonesia, ketika Pak Jokowi jadi presiden seakan diam di tempat dan tidak ada perubahan? Permasalahan Jakarta lebih sederhana  dan Indonesia, jauh lebih kompleks, demikian juga dengan yang berkepentingan jauh lebih rumit setingkat negara. Beberapa level berjalan sendiri dan merasa bahwa merasa bukan pemimpinnya, sehingga bisa seenaknya saja bekerja. Perlu kesadaran bahwa mereka bekerja demi negara bukan semata presiden dan pemimpinnya.
Kabinet, telah banyak yang kehilangan energi karena tidak tahan lagi akan serangan dan hasutan pihak-pihak yang sudah geram karena kepentingannya terusik. Sangat aneh, ketika pejabat baik dan berpikir untuk rakyat malah dimusuhi, sedang banyak pemimpin yang seenaknya, malah sama sekali tidak ada penolakan.
Parpol. Percaya pada parpol sama juga dengan mempercayakan kepada tiang gantungan. Saat menguntungkan, mau buruk atau baik, lantai bergeraknya akan diam saja, namun begitu merugikan sedikit saja, meskipun demi rakyat, jangan heran, kalau lantai itu akan langsung terbuka dan menjerebabkan yang ada di atas. Mau KIH atau KMP sama saja, tidak ada yang bisa diandalkan.
Rakyat. Kalau rakyat tidak lagi memberikan kesempatan, karena kemampuan menghasut dari para elit yang berkepentingan, ya harapan makin menipis. Bangunan yang sudah rapuh sekian lama, perlu waktu untuk memperbaiki, tidak akan serta merta. Rakyat yakini hati nurani sendiri, jangan percayakan pada opini elit yang telah memberika gambaran dengan gamblang selama ini bagaimana mereka bekerja.
Ironis ketika relawan melihat titik tolak yang berbeda. Apakah selama ini Pak Jokowi telah memberikan perhatian pada birokrasi? Sedangkan birokrasi masih penuh dengan konflik kepentingan, bijak presiden tidak mengambil langkah di sisi ini. Energi yang besar digunakan untuk infrastruktur dan bidang lain terutama penangan narkoba dengan tindakan jelas dan tegas.
Birokrasi ini, selain soal kehendak baik, juga mentalitas sudah sangat parah. Tidak heran ketika pendidikan menjadi prioritas. Mengubah budaya itu bukan  sebatas membalikan tangan dengan segera terjadi. Janganlah relawan juga menghajar Pak Jokowi, beliau sudah berjalan dengan berat karena sarat beban dan masalah, malah ditambah oleh kelompok yang mengaku pendukungnya.
Kritik itu harus namun perlu juga melihat dengan jeli apa yang sedang di hadapi dan terjadi. Permainan politis yang kotor dengan berbagai tangan dipakai untuk mengacaukan keadaan.
Salam Damai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H