Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Akankah Fadli Zon Pasang Badan (Lagi) untuk M. Arsyad Penghina Jokowi?

12 Juli 2016   09:56 Diperbarui: 13 Juli 2016   06:54 3739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pelaku penyebaran gambar tidak senonoh Ibu Megawati dan Pak Jokowi kena dugaan kasus kriminal menculik dan mencoba berbuat cabul pada seseorang. Menarik adalah sikap wakil ketua DPR Fadli Zon yang dulu mati-matian, bahkan menyatakan pasang badan untuk MA dalam kasus itu. Apa yang akan terjadi kali ini?

Pertama, sangat tidak elok sikap pimpinan dewan kala ada penghinaan dua presiden yang sangat tidak pantas, namun dibela demi kepentingan syahwat sakit hati semata. Kesalahan anak itu pantas dihukum apapun alasannya, benar bahwa anak perlu dibina, namun bukan dengan cara pasang badan dan tuduhan soal pencitraan dari korban, yaitu dua presiden, coba jika Fadli yang dijadikan obyek candaan seperti itu? Bagaimana sikapnya?

Kedua, jika kali ini Fadli diam saja, jelas pembelaan kala itu adalah soal kebencian pada pihak  lain dalam hal ini Mega dan Jokowi, aneh sekelas pimpinan dewan malah mencampuradukkan antara hukum dan perasaan pribadi. Jika begitu perlu belajar lebih banyak lagi agar lebih bijak lagi.

Ketiga, jika membela, tentu maaf tingkat kecerdasannya perlu dipertanyakan lagi, bagaimana mungkin pelaku penculikan dan ada indikasi mencoba kekerasan seksual  dibelanya? Buah simalakama bagi sikap emosional sesaat yang sangat merugikan termasuk bagi negara.

Keempat, menunjukkan sikap arogansi dan kedewasaan Fadli Zon yang masih lemah labil. Bagaimana membela seorang penghina presiden hanya demi kepuasan pribadi. Mejadi pertanyaan bagaimana sikap demikian menjadi pengawal dan pengawas negara? Jangan-jangan lebih banyak perasaan daripada obyektivitas fakta yang ada.

Kelima, pelaku berarti memang ada ketidakdewasaan secara seksual. Pembelaan Fadli dulu kalau tidak salah ingat, soal anak-anak dan hanya orang lemah, telah terbantahkan dengan perilakunya ini. Artinya apa? Bahwa   pola pikir Fadli Zon masih lebih cenderung sentimen perasaan bukan soal pembelaan yang jauh lebih berarti. Selama ini sebagai pimpinan dewan juga sama sekali belum terdengar pembelaannya mengenai maraknya kekerasan seksual.

Keenam, jika Fadlii Zon diam saja, berarti fokus kinerja, pemikiran, dan pengawasannya pada pribadi Jokowi, Ahok, Mega, bukan bagi bangsa dan negara secara umum dan pemerintah sebagai keseluruhan. Jika demikian bangsa ini sangat rugi. Bagaimana pembelaannya kepada korban MA kali ini? Atau dia mau mencoba tetap membela MA?  Sekali lagi mau tidak mau simalakama buat Fadli Zon

Sikap paling mungkin adalah diam seribu bahasa dan mengaku lupa dan tidak kenal. Kasihan bagi Gerindra dan dewan secara umum memiliki pimpinan sekelas ababil begini. Pagi bahagia sore bermuram durja karena meminta uang pulsa malah dimarahi orang tua?

Kecil kemungkinan Fadli Zon kali ini bersikap sekeras yang lalu, karena kali ini kriminal bukan hanya perbuatan delik aduan, namun tentu sangat memalukan pemmbelaan sekelas pimpinan dewan kepada pelaku kriminal seperti ini.

Apa yang dipertontonkan oleh MA adalah kedewasaan seksual yang masih sangat memprihatinkan. Bagaimana aktivitas, pengetahuan seksual hanya sebagai bahan candaan, ingat dulu pas dijadikan pesakitan polisi katanya becanda. Becanda seksual mempertontonkan abai dan memermalukan diri sendiri. Kedewasaan seksual yang masih perlu dibina.

Ternyata pembelajaran yang ada tidak ada manfaatnya. Pembelaan dulu anak-anak yang masih bisa dibina, nyatanya? Apakah tidak bisa dituntut pembelaan Fadli Zon karena nyatanya pelaku yang sama melakukan hal yang jauh lebih berbahaya, apalagi ini korbannya adalah anak-anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun